Skip to main content

surat untuk Pengajar Muda

Surat ini merupakan respon dari pesan dari seroang Pengajar Muda yang meminta masyarakat Indonesia mengirimkan Surat Semangat untuk anak didiknya di sebuah desa di Muara Enim, Sumatera Utara. Surat sudah saya kirimkan kepada yang bersangkutan. 


 
Halo..Halo Prawindra Putri Anzari atau yang biasa dipanggil Moo.

Apa kabarkah? Masih dingin di Danau Gerak?

Perkenalkan saya Efi. Saya dapat terusan pesan dari teman soal permintaan untuk mengirimkan ¨Surat Semangat¨ untuk 170 siswa tempat kamu mengajar. Saya coba-coba cari nama kamu di google dan akhirnya menemukan profil FB kamu.

Kamu mungkin sudah tahu kalau aksi Surat Semangat sudah menjalar kemana-mana. Bahkan, kalau lihat dari foto yang kamu upload di FB sudah ada surat yang datang dari beberapa negara di luar negeri. Hebat sekali pesan kamu bisa menggerakan banyak orang untuk memberikan motivasi buat teman-teman di Danau Gerak.

Saya pun ikut tergerak untuk mengirim surat. Tetapi bukan untuk anak-anak SD itu, melainkan buat kamu Moo.

Begini Moo. Saya agak tergelitik dengan pesan yang kamu kirim dan menjadi viral di beberapa grup itu. Kamu masih ingat redaksional suratnya?

​ Kalau tidak, ini saya berikan salinannya.​

​***​

Salam Indonesia!

Perkenalkan, saya Prawinda Putri Anzari, S.Ikom. Pengajar Muda dari Yayasan Indonesia Mengajar untuk penempatan Kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan.

Adalah SDN 9 Semende Darat Ulu di Desa Danau Gerak tempat saya mengajar. Desa ini tepat berada di lereng bukit barisan dengan cuaca yang sangat dingin dan akses jalan yang lumayan sulit. Listrik hanya berasal dari turbin arus sungai dari sore hingga pagi.

Di sekolah kami terdapat sekitar 170 murid.Mayoritas penghasilan penduduk dusun adalah berkebun kopi dan sawah.

Hal ini membuat anak-anak didik kami hanya memiliki satu tujuan saat besar nanti, yaitu melanjutkan mengurus kebun orang tuanya.

Padahal murid-murid disini sangat bersemangat untuk belajar dan mengenal hal maupun dunia baru.

Saya mengajak kakak-kakak semua untuk menuliskan surat semangat kepada mereka. Surat tersebut dapat berisi apa profesi kalian, atau kalian kuliah di jurusan apa. Akan lebih baik apabila melampirkan foto yang menunjukkan profesi yang kalian jalani.Beri mereka motivasi dan pengetahuan baru untuk mengejar cita-cita yang lebih baik.

Surat dapat dikirimkan ke: PO BOX 1113 Kantor Pos Muara Enim Sumatra Selatan 31300

Kami tunggu surat kalian semua hingga 15 september((Mengingat akses sulit ke kabupaten, saya baru dapat turun bukit 1-1,5 bulan sekali. Jadi diharapkan ketepatan waktu untuk pengiriman ^^)

Untuk info lebih detail, contact di 081289037828

Terima kasih… Dan mohon bantuan sebarkan ajakan ini. Supaya senyum mereka tetap menghiasi bumi sriwijaya :)

​***​

Nah itu, pesan yang kamu kirim. Bagian yang saya cetak tebal membuat hati saya terusik dan jadi ingin menelisik. Apa yang salah dengan berkebun Moo?

Dari tulisan kamu di atas, saya menangkap kalau kamu ingin anak-anak itu tidak hanya punya satu mimpi, yaitu berkebun. Coba lihat lagi tulisan kamu yang bilang
​​
¨Beri mereka motivasi dan pengetahuan baru untuk mengejar cita-cita yang lebih baik.¨

Beri tahu saya pekerjaan apa yang lebih baik daripada berkebun Moo? Bagi saya tidak ada satu pekerjaan yang lebih baik dari pekerjaan lainnya.

Moo, setelah lulus kuliah saya bekerja sesuai bidang ilmu saya, jurnalistik. Bekerja saban hari di Jakarta. Tidak sekali dua kali saya mengeluh soal pekerjaan. Keluhan yang sama juga diutarakan teman saya yang bekerja di bank, perusahaan tambang, kantor pemerintahan, dll. Saya pun berkesimpulan kalaupun saya berganti profesi, tidak ada jaminan pekerjaan baru akan lebih baik (saya tidak bicara soal gaji).

Begitu juga dengan cita-cita Moo.

Saya sempat beradu argumen dengan teman-teman soal pilihan kata kamu dalam pesan di atas. Cara kami membaca pesan kamu berbeda-beda. Bagi saya, kamu menempatkan cita-cita berkebun berada di bawah cita-cita lain. Teman saya tidak memandang hal yang sama, menurut dia kamu berusaha membuat teman-teman di sana akan opsi baru selain berkebun. Menurut dia, kamu ingin membuka wawasan anak-anak Danau Gerak.

Saya tidak tahu siapa yang menangkap pesan kamu dengan benar, saya atau si teman.

Teman saya sempat bilang "perhatian amat sama pertanian, tetapi kenapa enggak terjun di bidang itu sekalian". Saya memang tidak punya pengalaman bertani dan berkebun, saya cuma salah satu kaum kota besar yang tidak pernah bekerja fisik. Tetapi bukan tanpa alasan saya kek

​i​ terhadap pandangan orang tentang betapa rendahnya memiliki profesi sebagai petani.

Pengalaman pertama saya bekerja di kebun adalah di India. Selama hampir dua bulan saya bekerja memotong rumput, mengangon kambing, mengairi kebun, menanam pohon, dll. Dua hari pertama bekerja keras, hari ketiga saya terkapar tidak berdaya. Kondisi fisik usia 20-an saya ternyata lebih lemah dibanding kakek usia 70-an yang bekerja di kebun sebelah.

Para petani-petani inilah yang membuka mata saya betapa tingginya keahlian mereka. Wawasan saya terbuka bahwa banyak sekali ilmu di alam semesta ini. Saya mana pernah tahu kalau waktu mengairi tanaman lebih baik dilakukan pada sore hari bukan pada saat siang hari. Mana pernah saya paham kalau mau tanaman tumbuh subur harus ditanam sesuai hari baik menurut kalender bulan. Hanya karena mereka berstatus sebagai petani kadang kita anggap mereka tidak berpendidkan tinggi, tapi nyatanya mereka berilmu.

Seorang teman saya yang lain pernah bercerita kalau neneknya sudah tidak lagi memproduksi gula dari air bunga kelapa. Penyebabnya tidak ada lagi tenaga penderas air bunga kelapa, kalaupun ada mereka sudah tua dan tak sanggup memanjat pohon, sementara mereka yang muda lebih memilih pergi ke kota. Sayang, satu lagi budaya lokal hilang karena generasi muda ogah melanjutkan berkebun.

​Oleh karena itu Moo, saya senang sekali masih ada jiwa-jiwa muda yang berniat melanjutkan kebun orang tuanya. Entah mereka sadar atau tidak, tetapi mereka sudah berupaya untuk menjaga budaya lokal mereka. Dan, menurut saya itu keren. Iya, keren! Keren karena mereka bisa menyeduh kopi dari hasil panen terbaiknya sendiri, jauh lebih keren ketimbang orang kota dengan segala macam profesinya yang harus merogoh kocek dalam-dalam untuk mendapatkan secangkri kopi panas dari jejaring kedai kopi kelas internasional.

Saya pernah mendengar cerita seorang teman saat dia berada di Kolombia beberapa waktu lalu. Saat itu, petani-petani Kolombia mogok bekerja dan menyalurkan hasil kebunnya. Penyebabnya banyak yang tidak menghargai kerja mereka dan membayar rendah hasil kebunnya. Akibat protes tersebut masyarakat kota kelabakan karena tidak memiliki pasokan makanan selama beberapa hari. Ternyata profesi yang kadang kita anggap sepele bisa bikin hidup berabe kalau tidak diperhatikan dengan baik.

Saya menulis surat ini di sebuah perkebunan di Malaysia. Sudah seminggu saya bantu-bantu di sini. Pemilik sekaligus pengelola kebun sering menerima kunjungan baik dari sekolah maupun orang tua yang membawa serta anak-anaknya. Entahlah apa tujuan mereka, sepertinya ingin mengenalkan alam kepada anak-anaknya. Suatu kali si pemilik kebun pernah mencuri dengar percakapan orang tua kepada anaknya.

¨IF YOU DON´T STUDY HARD YOU WILL BECOME A FARMER!¨

Saya meringis. Omongan orang kota itu menurut saya adalah versi kasar dari ​¨Beri mereka motivasi dan pengetahuan baru untuk mengejar cita-cita yang lebih baik.¨

Setelah membaca surat ini, saya rasa kamu juga tidak berharap saya memberikan ¨Surat Semangat" buat teman-teman di Danau Gerak. Harapan kamu saya kabulkan, karena saya tidak mau menjadi bagian dari orang-orang yang jumawa menunjukan betapa hebatnya profesi yang saya lakoni di kota besar, lebih daripada itu saya tidak ingin para anak-anak itu menghapus cita-citanya untuk melanjutkan kebun kopi dan padi orang tuanya.

Sepertinya itu saja uneg-uneg saya Moo. Mohon dimaklumi ya. Kamu juga tetap semangat di sana. Saya hanya titip satu semangat belajar buat teman-teman di sana; jenjang pendidikan yang tinggi tidak menjamin seseorang memiliki ilmu setinggi langit. Ilmu bisa didapat di mana saja, tidak melulu di sekolah. Selamat berburu ilmu.

​​
​Salam,
Efi​


Comments

Popular posts from this blog

Who Am I?

I am becoming the person I hate the most. How I wish to have a peacefull mind but don,t work. Spend too much time with virtual world drown me into misery.

Di Puncak Tangga

Tik..tok..tik..tok... Enggak berasa nih kawan, dah hampir kelar semester tujuh. Semester delapan tinggal beberapa waktu lagi masuk ke dalam kehidupan kita. Dapat dipastikan dengan masuknya semester delapan kita makin sibuk dengan urusan masing-masing. Yang kecil pasti sibuk dengan urusan job tre-nya. Yang cowok pun sepertinya demikian. Yang jilbab gw kurang ngerti neh dia sibuk job tre, kuliah, atau keduanya. Sedangkan jilbab yang lain pasti sibuk dengan organisasinya dan dibantu oleh si pasangan hidupnya. Teman sejawatnya. Sedangkan yang gingsul, rambut panjang, rambut pendek kaca mata, dan gw pasti sibuk dengan kuliah dan job tre. Kalau gw sih ada tambahannya, yaitu bersenang-senang. Hehehe...aku akan menikmati semester besok yang tidak banyak kuliah. Yihaa....setidaknya dengan sedikit kuliah gw bisa mengerjakan sesuatu yang gw dah dari dulu pengen dilakuin. Asik..asik... Tetapi yang jadi masalah gw mesti bersenang-senang sama siapa. Toh, lo semua aja mungkin sibuk dan entah ada di m

veinti ocho

Another number to add. This time I kinda relax to face it. No excited feelings, nor ignore the date. It came all natural. Just want to take a moment of silent for meself. Some big steps in life I've already taken before this number came. I am now, living mylife as an expats, a little wish I whispered ages ago. I left family back home, so it let me feel homesick of being around them. The bold note for this time is I am in the country I have longed since years ago, India. One time I told myself to add the number in India. And, here I am. How wonderful life is. Especially when the love one is there next to me. I want a memento, a present for me. I will have it later and keep you updated. Namaste.