Sontak ia memberitahukan teman-teman yang lain. Ia meminta teman lelaki kami untuk menangkap si tokek tersebut. Si Rambut Panjang Gigi Gingsul khawatir bila tidak lekas ditangkap, tokek tersebut akan mengganggu tidurnya dan siapa-siapa saja yang tidur di kamar tengah tersebut. Sebenarnya teman lelaki kami ada beberapa orang, namun demi “efisiensi” ruangan (luas kamar tengah tidak seberapa, bila semua teman lelaki masuk pasti akan membuat ruangan tersebut sesak) akhirnya tiga orang teman lelaki berusaha menangkap si binatang itu.
Mereka adalah si Lelaki yang Tak Fasih Hhuruf R, si Lelaki yang Sudah Mas-mas, dan si Lelaki yang Mirip Bintang Sinetron. Mereka berjibaku. Mereka berusaha. Mereka mencari cara agar si tokek mau ditangkap (baca:menyerahkan diri). Hal pertama yang mereka lakukan adalah menyiapkan peralatan tempur: kantung plastik untuk menaruh binatang tersebut bila tertangkap dan beberapa batang sapu untuk menakut-nakuti binatang berkaki empat tersebut. Mereka pun mengatur posisi lemari pakaian agar memudahkan kerja mereka.
Kalau saya boleh jujur sebenarnya yang lebih banyak bekerja adalah si Lelaki yang Mirip Bintang Sinetron saja. Agar lebih jelas saya gambarkan saja suasana di dalam kamar tengah tersebut; dalam kejadian tersebut saya berada di divisi dokumentasi. Setiap gerakan yang ada di kamar tersebut saya rekam, kalaupun tidak semuanya terekam harap maklum. Saya hanya manusia biasa.
Si Lelaki yang Sudah Mas-mas dan si Lelaki yang Tak Fasih Huruf R awalnya menunjukkan keberaniannya, namun diakhir-akhir perjuangan mereka hanya memberikan saran pada si Lelaki yang Mirip Bintang Sinetron. “Begini saja,” atau “Begitu saja,” itulah kata-kata yang sering dilontarkan oleh mereka selama di dalam kamar tengah tersebut.
Saking banyaknya saran dari dua teman lelakinya, si Lelaki yang Mirip Bintang Sinetron itu berteriak “Sudah jangan ribut, saya tegang jadinya.” Setelah ia berteriak dua teman lelakinya dan saya pun mengurangi hasrat untuk memberikan saran. Perjuangan hampir tuntas, si tokek sudah berada di dalam jangkauan Lelaki yang Mirip Bintang Sinetron tersebut. Sayangnya ia terlalu gugup untuk menangkap binatang kaki empat tersebut, walhasil binatang itu kembali lolos. Saya dan teman lelaki yang lain menyemangati lelaki yang mirip bintang sinetron tersebut. “SEMANGAT,” teriak kami.
Sebelum sampai ke perkara penangkapan binatang itu, saya akan gambarkan lagi sedikit suasana di dalam kamar tengah tersebut. Selain saya dan tiga teman lelaki saya, sebenarnya masih ada beberapa orang lain yang turut menyaksikan perburuan tokek malam itu, mereka teman-teman kami juga. Di dalam kamar tengah ada si Perempuan Rambut Panjang Gigi Gingsul dan Perempuan Kecil Berjilbab. Tak banyak yang mereka lakukan selain berteriak ketakutan. Di luar kamar tengah beberapa teman pun menonton aksi kami di dalam. Tidak tampak muka takut, mulut mereka mengembangkan senyum yang lebar. Entah mengapa mereka tersenyum, mungkin mereka menganggap gegap gempita kamar tengah sebuah pertunjukkan yang menarik. Terserah merekalah.
Tim penangkap tokek berjuang hampir selama lima belas menit. Peluh bercucuran, adrenalin meningkat, jantung berdetak cepat, itulah yang mereka rasakan. Semuanya kembali normal setelah si tokek berhasil ditangkap dan dimasukkan ke dalam kantung plastik yang sudah disiapkan sebelumnya.
Setelah tokek tersebut sudah aman didalam kantung plastik, tim penangkap tokek beradu argumen tentang eksekusi akhir penangkapan tersebut. Mereka meributkan akan diapakan hewan tersebut. Bila dibuang, kemanakah? Bila tidak dibuang, siapa yang akan memeliharanya? Banyak saran yang keluar. Namun ada satu yang paling gila (saran dari si Lelaki yang Tak Fasih Huruf R), “dibakar saja.” Ide gila macam apa itu. Saya tercengang mendengarnya.
Saya tidak mengetahui apa keputusan tim penangkap tokek terhadap nasib akhir tokek tersebut. Saya mempunyai masalah lain yang harus saya pikirkan, file dokumentasi saya terhapus. Entah setan apa yang lewat saat itu, sampai-sampai saya terlena oleh bisikannya untuk menghapus file tersebut. Sial.
Akhirnya malam 19 Agustus 2007 kembali tenang seperti sedia kala sebelum kehebohan datangnya si tokek. Kami kembali berkutat dengan kesibukan masing-masing. Namun di sela-sela kesibukan itu masih ada sunggingan senyum kecil ditiap muka teman-teman saya. Tampaknya mereka senang si tokek telah pergi.
-Inspired by a little moment during KKN in Taringgul Tonggoh-
Comments
Post a Comment
thank you for reading and feel free to comment :)