Skip to main content

Posts

Showing posts from December, 2007

Tangis dan Tawa Laku Dijual

Sudah lama rasanya saya tidak mengikuti acara ajang pencarian bakat. Kalau tak salah terakhir kali saya menonton sekaligus mengikuti perkembangannya sekitar setahun yang lalu. Saat itu yang menjadi pemenangnya bernama Ihsan, ia berhasil mengalahkan pesaingnya Dirly. Beberapa minggu kemarin saya sebenarnya juga menonton ajang penacarian bakat, namun kali ini tarafnya sudah setingkat asia. Sebenarnya saya menonton acara ini hanya ikut-ikutan. Ibu saya menyukai acara ini, bahkan io pernah meninggalkan acara pengajian yang diadakan saudara saya lebih cepat lantaran ingin melihat para idola-idola dari enam negara asia tersebut. selain itu teman-teman sejawat pun ribut mengocehkan acara tersebut. Dengan alasan agar tak kekurangan bahan obrolan akhirnya saya pun menonton. Ada alasan mengapa saya tidak begitu menyukai lagi acara pencarian bakat tersebut. pertama saya tidak suka dengan pemilihan pemenang yang berdasarkan jumlah pesan singkat yang mendukung salah satu peserta.. Kurang adil, menu

Friends To Talk With A Hand To Hold

Percaya gak kalo sebenarnya kita bisa “tercipta” gak hanya karena kerja sama ibu dan bapak? Gw percaya...masalahnya kita sekarang tuh hidup gak sekaku zaman dulu. Sekarang kita bisanentuin kita mau gimana dan bergaul dengan siapa. Kalo dulu seh orang tua kita masih mengikat kita dengan kuat. Nah, maka dari itu sekarang gw percaya banget kalo gw tuh bisa “ada” karena kedua orang tua gw, adik-adik gw dan juga temen-temen gw. Mereka-mereka di atas inilah yang jadi contohnya. Tanpa mereka sadari, mereka dah “membentuk” gw. Terutama pribadi gw. Mungkin saat kami main bareng, yang ada di dalam kepala kami hanya bersenang-senang, tak disadari oleh mereka kalo hura-hura kami saat itu membuat saya berpikir. Karena saya berpikir maka saya ada. Sebenarnya tidak hanya mereka yang membuat keberadaan saya ada, teman-teman yang lain juga turut membantu saya mencari bentuk diri saya. Tingkah polah mereka ( ups and downs ) membuat saya menentukan mau ke mana saya berjalan, jalan mana yang harus t

Kekasih Hati

malam itu lah malamku ketika aku bertemu denganmu dalam hati ku tersedu tanganku tergenggam menahan haru mataku tak lepas darimu walaupun ku sendiri ragu bunga menebar sejuk wewangian malam itu ku tak mampu menahan rasa yang tak menentu lalu muncullah rasa di dalam benakku ku tak pantas memandangi wajahmu rindu itu belum hilang walau pertemuan itu terkenang dalam hatiku berdoa jangan sampai aku pernah terlupa padamu penjaga hidupku tak pernah meninggalkan aku Sewaktu membaca lirik dan mendengarkan lagu “Bunga di Malam Itu”, gw ngerasa “ God , ni lagu pas banget sama apa yang gw rasain”. Berkali-kali lagu ini terus gw puter. Berhari-hari lagu ini gak keluar dari playlist lagu gw. Sumpah! lagu ini bisa jadi gambaran apa yang sedang gw rasakan saat-saat ini. Kalo boleh berlebihan, lagu ini bisa jadi original soundtrack hidup gw (lebaiiiiiiii.....). Nah, karena tidak puas dengan membaca lirik tersebut akhirnya gw mencari tahu te

Balada Si Tokek

Hari itu tertanggal 19 Agustus 2007 waktu menunjukkan pukul tujuh malam lebih beberapa menit. Ketenangan malam itu agak sedikit terganggu. Apa sebab? Salah seorang penghuni kamar tengah, sebut saja si Rambut Panjang Gigi Gingsul, mengaku menemukan seekor binatang yang ia yakini sebagai seekor tokek bersembunyi di belakang lemari pakaiannya. Sontak ia memberitahukan teman-teman yang lain. Ia meminta teman lelaki kami untuk menangkap si tokek tersebut. Si Rambut Panjang Gigi Gingsul khawatir bila tidak lekas ditangkap, tokek tersebut akan mengganggu tidurnya dan siapa-siapa saja yang tidur di kamar tengah tersebut. Sebenarnya teman lelaki kami ada beberapa orang, namun demi “efisiensi” ruangan (luas kamar tengah tidak seberapa, bila semua teman lelaki masuk pasti akan membuat ruangan tersebut sesak) akhirnya tiga orang teman lelaki berusaha menangkap si binatang itu. Mereka adalah si Lelaki yang Tak Fasih Hhuruf R, si Lelaki yang Sudah Mas-mas, dan si Lelaki yang Mirip Bintang Sine

No Shame On It, I Am A Dreamer!

Sebenernya sih saya buka termasuk orang yang suka mengikuti arus. Terkadang saya juga tidak mehu mendengar saran dari orang lain. Contohnya saja saya tidak mau mengikuti teman saya yang menyukai olahraga menembak (soalnya tidak ada satu teman yang memiliki hobi ini), sebab saya mempunyai kesukaan yang lain. Sebenarnya saya ingin menjalankan sesuatu sesuai keinginan saya saja. Orang bilang saya keras kepala (terutama mama). Namun, karena kemarin saya curi dengar seseorang berbicara tentang sebuah buku yang menggugah perasaannya akhirnya saya membaca buku tersebut. Sebut saja buku itu Laskar Pelangi, semua orang yang saya curi dengar ceritanya mengenai buku ini mengatakan buku ini tiada duanya. “A must read!” kata mereka. Baiklah akhirnya saya membaca buku itu. Sayang disayang saya tidak begitu menyukai buku itu. Entahlah, mungkin apa yang dikisahkan didalamnya tidak “dekat” dengan saya. Namun, tidak dapat dipungkiri si penulis yang berambut keriting itu mempunyai bakat menulis yang ba

bermain dengan mesin waktu

Ibu saya saat ini sedang berkutat dengan middle age crisis-nya. Setiap saya pulang ke rumah ia selalu curhat mengenai flek hitam di wajahnya, kerutan di sekitar mata, dan juga makin suburnya uban yang tumbuh di kepalanya. Keluhannya membuat saya ketakutan, jangan-jangan seorang ibu yang ada di depan saya ini adalah gambaran seorang saya beberapa tahun yang akan datang. Keluhan-keluhan yang keluar dari mulutnya ini mungkin akan terucap dari mulut saya juga, karena saya mengalami hal yang serupa. Ketakutan itu sempat merasuk ke dalam pikiran saya selama beberapa waktu. Untung saja pikiran itu tidak bertahan lama. Ada alasan untuk hal ini. Beberapa waktu yang lalu saya bertemu dengan teman-teman semasa saya masih mengenakan rok biru dan juga abu-abu. Biasalah bila kita sudah lama tak bertemu dengan teman-teman lama pasti akan merasakan kembali euforia masa-masa kita masih muda belia. Perasaan itulah yang saya alami. Menyenangkan bertemu dengan teman yang pernah melihat kita dengan pakaia

menjadi manusia sederhana

Setelah sekian lama masa pencarian, akhirnya saya menemukan film yang menurut majalah film langganan saya termasuk film yang menarik. Saya mengenal film ini sejak 2004, tetapi film ini merupakan karya David Lynch beberapa puluh tahun lalu. Terusa terang saya tidak tahu siapa pemain dalam film ini. Namun siapa sangka, siapa duga ternyata pemeran untama di film ini adalah Anthony Hopkins, sang Hannibal Lecter. Film (katanya) menarik ini adalah The Elephant Man. Dikisahkan dalam film ini Hopkins berperan sebagai seorang dokter yang berusaha menjadikan pemuda “gajah”, John Merrick. Si pemuda memiliki kelainan. Bagaimana tidak, ia adalah separuh manusia dan gajah. Sang ibu pernah diperlakukan senonoh oleh seekor gajah jantan, hingga beberapa bulan kemudian lahirlah Merrick. Dapat dipastikan ia ditelantarkan oleh orang tuanya. Merrick pun tumbuh menjadi seorang manusia pertunjukkan. Majikannya Bytes sangat kasar dan mata duitan. Tiada hari tanpa pukulan bagi Merrick. Merrick tidak pernah
whoaa.... kehidupan di dunia maya memang membingungkan... tertarik karena seorang teman mengerjakan tugasnya menggunakan fasilaitas dunia internet, akhirnya aku tertarik untuk ikut mencicipi sedikit bagaimana rasanya berseluncur di dunia maya... baiklah kita mulai berseluncur... mana papanku?