Skip to main content

Posts

Showing posts from July, 2012

not the it thing

Hi Sam... Do you know how it feels when you want something so bad but you can'y have it? It has all the qualities I like. It will be really perfect for you too. Unfortunately it doesnt fit me well due to the limits and boundaries. Sam,,, I need more time to find something perfect for both of us. Ciao, love. Published with Blogger-droid v2.0.4

not this time

Hi! Hallo! So sorry we gotta wait another more time to meet. The one whom I thought would be the best travelmate to see you just cut me off. Hope we don't have to wait for years to feel each other. See you, love. Published with Blogger-droid v2.0.4

long distance

Don't take me seriously. It doesn't mean that I am ignoring you. As we know, we can only be free after midnight. And, do please remember our 6 hours time gap, once you are free am already asleep. Published with Blogger-droid v2.0.4

ku tak percaya

Jadi, saya cerita tentang cowok A ke cowok B. Menurut B, cowok A merupakan tipe yang tidak baik. Kemudian saya cerita ke cowok C tentang cowok B. "Dia tidak normal!" kata Cowok C. Saya ingin bercerita tentang cowok C ke cowok A. Tapi, niat diurungkan. Jawaban cowok A dapat saya prediksi, "C itu cowok tidak benar." Pelajarannya adalah jangan percaya komentar cowok mengenai cowok lain. Pikiran mereka sungguh random. Published with Blogger-droid v2.0.4

ciao

Him: so you are gonna be very busy next week? Me: yeah Him: so this is it. Me: be good, be safe, and lotso luck. I really am gonna miss you. Ciao.   *the warmest-coolest hands-holding and hugs for good bye ever* Published with Blogger-droid v2.0.4

yang tertinggal

Betapa hidup sangat random akhir-akhir ini. Mereka yang saya temui dan atau yang sering menghabiskan waktu bersama akan dan atau telah memutar haluan hidupnya. Mereka meninggalkan kenangan, sesak napas, dan pengharapan untuk bisa kembali merasakan romantisme dalam ruang dan waktu yang mengawang. Setidaknya itu yang saya rasakan. Maestro dan Majd dalam waktu dekat akan pergi. Satu ke Australia, sedangkan yang lainnya ke Dubai. Keduanya kembali mencari peruntungan dan pengalaman baru di belahan dunia lain. Saya, di sini. Diam menanti cerita baru yang mungkin tercipta untuk saya. Ada perasaan sesak mendengar kabar kepergian mereka. Baru sebentar waktu saya mengenal mereka dan kini mereka harus pergi. Ada rasa takut kami tak berjodoh dan bahkan berharaap untuk suatu saat bertemu pun tak pantas dipanjatkan. Berharap untuk sebuah cerita baru mungkin lebih realistis untuk kondisi saya. "Will you coming back?" tanya saya. "Once am good with visa and job, maybe I

Sangiang (2): Pembebasan

Sangiang bukan tempat wisata yang akomodasinya memadai. Karena sedikitnya kamar mandi, Majd memilih untuk membersihkan diri di kamar mandi yang airnya harus ditimba sendiri. Tidak lama setelah masuk kamar mandi, dia menghampiri saya " I droped the basket into the well.   I thought the rope binded to something, unfortunately it is not." * tepok jidat * Sebagian dari kami menginap di rumah warga, sebagian lainnya di pinggir pantai. Sebenarnya saya menginap di rumah warga, tetapi sebelum tidur kami menyambangi mereka yang tidur di pantai. Disentuh angin malam, mendengar debur ombak, dan dipayungi bintang membuat penutupan hari itu menyenangkan. Suasana agak sedikit "terganggu" karena Oshin dan Khaled yang tidak berhenti meributkan hal kecil setiap jarak di antara mereka kurang dari satu meter. Hari berganti. Rencana kami pagi itu adalah trekking menuju goa kalelawar. Keren, sih, goa kalelawar itu. Goa sempit dengan air laut deras di bawahnya yang kemudian pec

Sangiang (1): Ketenangan Pelosok

Jujur saja seumur hidup saya belum pernah memberikan diri sendiri hadiah berupa perjalanan di hari jadi. Berhubung sudah punya kuasa terhadap diri sendiri terutama urusan finansial, saya memutuskan untuk membuat diri senang pada hari tersebut. Rencana awal adalah pergi ke Bali bersama dua orang teman semasa SMA. Namun, gagal. Masalah utamanya adalah uang dan beberapa waktu terakhir ternyata teman saya pun tidak bisa pergi. Beralih ke tujuan kedua, Karimun Jawa. Iya saya cinta matahari dan ingin panasnya matahari kepulauan tersebut menyengat kulit. Biar perih tapi nikmat (eh,,, apa maksudnya ini?). Setelah dihitung-hitung, bujet perjalanan bisa sepertiga daripada Bali, tapi masih terlalu mahal untuk si kantong. Selain itu, saya khawatir jatah cuti akan termakan banyak untuk perjalanan kali ini. Mendekati hari jadi, saya mulai kembali menjelajah forum diskusi CouchSurfing.   Voila ! ada satu perjalanan tepat di hari jadi saya dengan bujet yang sangat-sangat ramah, Rp 3

forbidden

You can't say still love your ex while hold another person's hand Published with Blogger-droid v2.0.4

travelmate

ini dia teman seperjalanan saya selama sembilan hari menjelajah sebagian negara Asia Tenggara. Pipit bernama asli Fitria Andayani juga menulis cerita perjalanan kami di www.pipitojourno.wordpress.com. Beruntung dia menjadi bagian dari perjalanan sarat komitmen ini. Senang dia lebih memilih mendiamkan ketika saya mengalami pergantian mood . Pipit seorang pembaca peta andal dan selalu membeli kaos khas daerah  yang kami kunjungi untuk sang Papa yang akan memakainya sebagai kaos latihan badminton. It would be another stories if she didn't come along with me during the trip, but I am so gratefull she could be part of my recent stories. 

Finale: Dibuang Sayang

Masih tersisa cerita saudara-saudara. Kisah kecil sebelum perjalanan kami berakhir. Seperti yang saya ceritakan sebelumnya kalau sebelum keberangkatan kami hujan turun. Chris menyarankan kami untuk menggunakan ojek motor ke terminal dan naik bus ke bandara daripada naik taksi yang bisa mencapai 400 baht per orang. Mengikuti sarannya, kami mencari ojek motor di pinggir jalan. Menurut jadwal, bus akan berangkat sekitar pukul 15.30 waktu setempat. Saya mengintip jam tangan, sudah 15.10, kami harus segera mendapatkan ojek. Ada seorang tukang ojek, setelah tawar menawar dia minta bayaran 40 baht per orang. Kami mengiyakan, tetapi ternyata dia ingin membonceng kami berdua di atas motornya. Gila pikir saya. Di tengah perdebatan kami meminta ia mencari tukang ojek lainnya, sebuah mobil berjalan mendekat dengan jendela belakang terbuka. Seorang pria menyembulkan kepalanya dan berteriak “Do you know the road to bus station?” tanya dia. “ Yes we do! Can we hope in to your car, i

gracias veintiseis

gracias, gracias, gracias, gracias, gracias, gracias, gracias, gracias, gracias, gracias, gracias, gracias, gracias, gracias, gracias, gracias, gracias, gracias, gracias, gracias, gracias, gracias, gracias, gracias, gracias, gracias a Dios

model lama

Dia: lo jarang pergi ya? Saya: kenapa? Dia: kok, girang banget naik pesawat sampe difoto-foto segala? Saya: oh...kita bakal naik pesawat itu, kan? Pesawat Garuda itu pake logo dan tampilan lamanya. Enggak banyak pesawatnya jadi gw merasa keren naek pesawat limited edition itu. Lo yang sering pergi-pergi enggak tau soal ini? Dia: ...enggak.... Published with Blogger-droid v2.0.4

Thailand: Bukan Turis dan Tangis Perpisahan

Keesokan paginya Theresa bergegas ke terminal, sementara tinggal sisa kami bertiga meluncur ke pasar tradisional. Sepanjang perjalanan, kami kerap didekati orang dan ditanya “ bi ni? ”. Apaan lagi ini? Chris terkekeh. “ You two look like thai girl that is why they keep asking you in thai. Last night writers also thought you were, but then she realized that you weren’t when you went blank .” Ohhhh,,,,betapa indahnya hidup, saya dianggap menjadi penduduk lokal. Bahkan orang asli kota itupun terkecoh, penampakan saya terlalu Thailand meskipun warna saya lebih gelap dibanding mereka. Secangkir teh thailand mendampingi roti cane kari menjadi menu sarapan saya pagi itu. Pemilik dagangan seorang muslim yang ramah dan sangat senang sekali kalau kami muslim dari Indonesia . “I am a moslem too,” teriak One (baca: wan) kegirangan. Saya enggak paham kenapa dia bereaksi seperti itu, tapi saya senang dengan keramahannya. Membuat saya lebih menjadi thai girl hehehehe…. Tujuan

Thailand: Piknik Kota Tua

Cuaca Phuket TOwn sangat terik hari itu. Setelah perjalanan panjang Siem Reap-Bangkok-Phuket, saya merasa senang sampai ke kediaman Chris. Serasa sampai di rumah. Menjadi lebih nyaman diakrenakan si empunya apartemen memperlakukan kami seperti teman lama, kami disuruh ambil minum sendiri. Karena kelelahan, saya dan Fitria hanya bersendar ke dinding dan kipas-kipas. Menyadari tamunya sangat pemalu sekaligus kelelahan, Chris menaruh segelas air dingin dan menyuruh kami membersihkan diri. “ You don’t need to entartain me by talking to me. Have your shower and take a rest, we’ll talk later ,” suruh Chris. Mandi, memang itu yang saya butuhkan. Tidak butuh lama bagi saya dan Pipit untuk terlelap setelah mandi. Kami tidur di atas dipan tak berkasur, sebenarnya kasur itu ada, hanya saja agar tidak terlalu kegerahan kasur tersebut disandarkan dan dibiarkan tidak terpakai. Sudah hampir waktu makan malam, saya terbangun. Chris memperkenalkan saya kepada seorang CS lain, Theresa nama

Thailand: Antiklimaks (2)

Dari seluruh moda transportasi yang saya pakai selama perjalanan, pelayanan dari agen di Thailand boleh dikatakan yang terburuk. Jangan anggap saya berlebihan kalau sudah ngedumel karena kejadian menyebrang Thailand dari Kamboja. Oke, saya ceritakan. Setelah tujuh jam perjalanan dari perbatasan ke Bangkok, kami sampai sekitar pukul 2 siang di sebuah pasar di tengah ibu kota. Saya lupa nama pasar itu, tetapi ramai sekali pengunjung, eh turis maksud saya. Setelah melambaikan tangan dan saling melempar harapan semoga kami saling bertemu di kemudian hari di (entah) belahan bumi lainnya, semua penumpang bubar jalan mencari tujuan masing-masing. Pipit dan saya hanya punya satu tujuan, mencari agen perjalanan ke Phuket. Di Phuket seorang host kami sudah menunggu. Seorang warga negara Amerika Serikat yang sudah menetap berbulan-bulan di negeri tropis ini. Dia mendikte saya perihal pemilihan kendaraan umum. Satu hal yang saya ingat dari sarannya adalah “ do not take the VIP bus, it do

Thailand: Antiklimaks (1)

Sudah pukul tiga pagi. Saya dan beberapa calon penumpang sudah jengah menunggu bus yang tak kunjung datang, sementara para turis lain masih tertawa-tawa pengaruh minuman. Bus pariwisata pun banyak yang berseliweran, dari yang berbentuk  double decker  keren sampai yang butut kecil.   Satu bus keren melambat di depan tempat penantian kami. Lumayan buat melanjutkan tidur yang belum tuntas, pikir saya. Kami bergegas, namun ternyata bus tersebut malah berlalu. Kecewa. Tak berapa lama bus yang kecil dan tidak nampak terlalu nyaman datang. Perasaan saya tidak enak, tapi kenyataan hidup memang pahit. Pengemudi tuk-tuk yang sedari tadi bertugas menjemput kami, kini berubah menjadi tukang giring penumpang ke dalam bus yang memiliki sandaran kursi kurang nyaman itu. Saya dan Pipit kembali mengambil bus yang langsung mengantarkan kami ke negara sebelah, sama seperti saat dari  Vietnam  ke Kamboja. Namun, kali ini harganya lebih murah hanya US$ 14 dan saya bisa langsung sampai ibu  kota