Skip to main content

Jangan Hilang

Dalam sebuah diskusi di sebuah situs, ada yang beropini bahwa saat ini masyarakat Indonesia telah meyiayiakan kemerdekaan dan rasa cinta Indonesia tida k sebesar pejuang kemerdekaan. Saya setuju dengan pendapat yang mengatakan saat ini rasa kepemilikan “merdeka” pada generasi muda tidak sebesar para pejuang kemerdekaan. Saya sendiri pun rasanya tidak terlalu memiliki kemerdekaan itu. Saya lahir saat Indonesia sudah merdeka 21 tahun. Saya sudah hidup di suasana kemerdekaan. Dari mulai otak ini bisa mencerna perkataan orang, yang saya yakini adalah saya hidup di Indonesia merdeka. Saya tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga untuk merdeka.

Selama hidup, saya pun merasa nyaman dengan kemerdekaan ini. Tidak ada satu halangan yang membuat saya merasa terjajah. Akhirnya saya merasa “nyaman” dengan keadaan sekarang ini. Setiap upacara 17 Agustus pun saya tidak terlalu “wah”, upacara penaikan bendera dua warna itu seremonial belaka. Ternyata teman-teman saya pun merasakan hal yang sama.

Kami mencintai Indonesia namun tidak seberapa besar. Mungkin perasaan ini ada karena tidak pernah memperjuangkan Indonesia. Entah berjuang melawan penjajah atau menjadi wakil Indonesia dalam ajang olahraga tingkat internasional. Kami tidak pernah melakukan kedua hal tersebut. Kami hanya take it for granted.

Masalah kecintaan ini pun sepertinya sama seperti kasus yang saya alami dengan agama yang saya anut sekarang ini. Dulu saya pernah tidak melakukan ibadah secara teratur, yang ada dalam pikiran saya mengapa saya harus beribadah. Kalaupun beribadah hanya karena dipaksa orang tua atau saya sedang gengsi kepada teman. Teman saya yang memperhatikan tingkah laku saya ini mengatakan bahwa saya hanya menerima dengan pasrah agama yang “diturunkan” orang tua. Saya tidak memahaminya secara dalam. Saya hanya mempunyai agama sesuai yang tercantum di KTP, saya belum memiliki agama karena hati saya.

Teman saya mengatakan seseorang itu harus mempunyai ilmu agar bisa memahami agamanya, menjalankan sesuai kebutuhan dan keinginannya sendiri. Semuanya harus berasal dari dirinya sendiri. Ia pun mengatakan mengapa seseorang yang berpindah agama pasti akan menjalankan agama barunya lebih giat dibandingkan orang yang sudah menyandang sebuah agama semenjak kecil. Karena dia yang berpindah agama sudah menemukan dan memperjuangkan pilihannya.

Kembali lagi ke masalah cinta Indonesia. Sekarang ini banyak orang Indonesia yang tidak begitu cinta Indonesia (termasuk saya), karena mereka tidak (atau belum) memperjuangkan Indonesia. Rasa kepemilikan terhadap sesuatu akan bertambah besar bila ada perjuangan untuk mendapatkannya. Makanya banayak orang yang mau mati untuk mempertahankan hartanya yang akan diambil rampok, karena ia tidak mau sesuatu yang didapatnya dengan susah payah dirampas seenaknya.

Ada kejadian menarik sekarang ini, walaupun sekarang ini banyak yang beranggapan kecintaan manusia Indonesia terhadap negaranya cukup kecil, nyatanya masih banyak warga Indonesia yang “panas” saat Rasa Sayange di klaim negara sebrang. Mereka berdemonstrasi, meneriakkan penolakan mereka atas klaim tersebut. Reaksi masyarakat Indonesia ini seakan-akan mementahkan pernyataan bahwa masyarakat kita tidak mencintai negeri ini.

Mungkin rasa cinta ini baru muncul setelah kehilangan.

...rasa kehilangan hanya akan ada

jika kau pernah merasa memilikinya...

---Memiliki Kehilangan---

Ah, mudah-mudahan tidak ada lagi yang hilang agar masyarakat negara ini mencintai negerinya.....

Comments

  1. ada itu terasa ada ketika udah ga ada..

    cinta Indonesia? perasaam gw cinta2 ajah. tapi mang belum bisa ampe pengorbanan kaya para pahlawan yang berjuang di medan perang maupun yang perjuang dengan pikirannya.

    mencintai ga harus perang senjata senjata. mecintai ga harus punya gagasan cemerlang. kalau mencintai harus seperti itu, gw yang oon gini bisa disangka pengkhianat lagi.

    mencintai berawal dari yang kecil aja. karena kalau dikumpul2 kan jadi bukit, bis tu jadi gunung dah.

    dengan lu pake produk dalam negeri juga dah salah satu ekspresi rasa cinta Indonesia.

    Makanya sekarang gw lagi ngebet banget mo belajar ngembatik.hehehe... sapa tau kelak gw punya toko batik di preancis... hehehe..

    oia dengan lu membela tim thomas kita, tuh juga dah mencintai.

    masalah agama tu ga komen lah. gw juga terseok-seok. tp bener kata temen loh. untuk mencintai, kita harus tahu. untuk tahu kita harus mencari tahu. kalo cuma diam...ya selamat menunggu.
    dan gw rasa ge masih di posisi yang terakhir itu dah. gawat memang.
    yo! mari kita wujudkan al-Qiamah.

    ReplyDelete
  2. oia satu lagi...

    warna tulisan blog lu menyakitkan mata ini fi...

    ReplyDelete

Post a Comment

thank you for reading and feel free to comment :)

Popular posts from this blog

Di Puncak Tangga

Tik..tok..tik..tok... Enggak berasa nih kawan, dah hampir kelar semester tujuh. Semester delapan tinggal beberapa waktu lagi masuk ke dalam kehidupan kita. Dapat dipastikan dengan masuknya semester delapan kita makin sibuk dengan urusan masing-masing. Yang kecil pasti sibuk dengan urusan job tre-nya. Yang cowok pun sepertinya demikian. Yang jilbab gw kurang ngerti neh dia sibuk job tre, kuliah, atau keduanya. Sedangkan jilbab yang lain pasti sibuk dengan organisasinya dan dibantu oleh si pasangan hidupnya. Teman sejawatnya. Sedangkan yang gingsul, rambut panjang, rambut pendek kaca mata, dan gw pasti sibuk dengan kuliah dan job tre. Kalau gw sih ada tambahannya, yaitu bersenang-senang. Hehehe...aku akan menikmati semester besok yang tidak banyak kuliah. Yihaa....setidaknya dengan sedikit kuliah gw bisa mengerjakan sesuatu yang gw dah dari dulu pengen dilakuin. Asik..asik... Tetapi yang jadi masalah gw mesti bersenang-senang sama siapa. Toh, lo semua aja mungkin sibuk dan entah ada di m

Who Am I?

I am becoming the person I hate the most. How I wish to have a peacefull mind but don,t work. Spend too much time with virtual world drown me into misery.

P3K

Beberapa waktu lalu, sempat lari sejenak dari Jakarta ke Jogjakarta. Sekitar tujuh hari saya menghabiskan waktu di kota yang sempat menjadi pusat pemerintahan sementara negara Indonesia tercinta. Kali ini, saya belum mau menceritakan lokasi wisata yang saya kunjungi. ada hal lain yang ingin saya ceritakan, tetapi tenang soal perjalanan pasti akan saya tuliskan juga di publikasi berikutnya. Seperti lazimnya calon turis, saya sangat senang menghadapi hari esok. Sudah terbayang panasnya Jogjakarta dan santainya kehidupan di kota itu. Tetapi, sayangnya, partner jalan saya justru nyeri leher dan pundak sehari sebelum keberangkatan. Otomatis dia tidak bisa angkat ransel. Nyeri, begitu ia beralasan. Sesampainya di Jogja pertanyaan kedua kami setelah "penginapan murah di mana?" adalah "tempat pijat yang enak dimana?". Partner saya ingin segera meluruskan lehernya dan menikmati liburan kami. setelah keliling-keliling akhirnya kami menemukan pijat tradisional. tampak