Skip to main content

Meet and Greet, Great and Grieve (part 1)

Setiap apapun di dunia ini selalu hadir berpasang-pasangan. Kalau kita mengenal wanita pasti karean kita mengetahui adanya seorang pria. Memahami sesuatu yang baik karena sudah paham akan hal yang buruk. Gembiranya menghadapi kebahagiaan karena kita pernah mengalami kesdihan. Tuhan sebegitu perkasanya hingga sesuatu yang kecil pun harus mempunyai pasangan. Apa pasal? Karena kita akan lebih memahami hal positif setelah sadar terkena hal yang negatif.
Hal ini makin saya sadari kebenarannya setelah kemarin mengalami hal membahagiakan sekaligus menyedihka. Tetapi yang perlu digaris bawahi hal tersebut tidak terjadi secara bersamaan, ada hal baik dan ada pula hal buruk. Untuk lebih memahaminya ada baiknya saya ceritakan kisah saya yang satu ini.
Seorang teman mengajak saya untuk mengikuti sebuah kegiatan di luar Bandung dan Jakarta, secara refleks saya langsung menyetujui ajakannya. Pikir saya saat itu, ”wah,,,acaranya pasti asik nih. Lumayanlah untuk refreshing”. Rencana tersebut sempat hampir gagal karena saya ingin lebih mementingkan tugas kuliah. Namun, setelah saya pikir ulang toh tidak ada salahnya kalau saya meminta izin beberapa hari untuk tidak masuk kuliah dan magang demi mengikuti kegiatan tersebut.
Setelah beberapa kali menimbang-nimbang mengenai acara tersebut, akhirnya saya jadi juga pergi ke acara itu. Saya pun berjanji dengan seorang teman untuk pergi bersama Selasa pukul tujuh malam kami berjanji bertemu di stasiun. ”Aku pakai baju merah kerudung biru,” uajr kawan saya melalui pesan singkat. Anda pasti heran mengapa teman saya, Inun namanya, memberitahukan warna baju dan kerudung yang ia pakai, karena saya dan dia belum pernah bertemu sebelumnya. Kami dipertemukan oleh sebuah komunitas di dunia maya.
Kembali ke masalah utama. Saya melihat jam tangan, ternyata baru pukul tiga sore. Ada baiknya saya mengerjakan tugas dulu, agar waktu liburan tak terusik oleh beban tanggung jawab. Hanyut mengerjakan tugas sampai-sampai saya tidak menyadari waktu sudah menunjukkan pukul 6.30 sore. Wah,,,telat nih. Langsung saja saya kabur dari kantor, berlari-lari menuju tempat pemberhentian angkutan umum. Saya menaiki angkutan yang ke arah timur karena menurut teman saya arah tersebut merupakan yang terdekat bila ingin ke stasiun. Tetapi kenyataannya tidak demikian, seharusnya saya menaiki angkutan yang ke arah barat. Walhasil saya tersasar. Sial. Waktu 45 menit terbuang sia-sia.
Sepanjang perjalanan saya tetap menghubungi Inun. ”Saya tersasar,” lapor saya ke Inun. Dengan tenang Inun menenangkan diri saya, ”kereta baru akan berangkat 15 menit lagi,” membaca pesan darinya membuat jantung ini memompa bertambah cepat. Angin malam kota Bandung saat itu tidak bisa mendinginkan hati yang panas. Saya khawatir ketinggalan kereta. Saya takut tidak bisa sampai Jogja tepat waktu. Dan yang paling utama saya ngeri membayangkan tidak bisa mengikuti acara yang sudah lama saya ingin ikuti.
Walau demikian ternyata Tuhan masih berbaik hati pada saya, Ia mengirimkan supir angkutan yang sangat pengertian terhadap penumpangnya. Supir tersebut tidak berjalan pelan, seakan bisa membaca pikiran ini ia mengebut sepanjang perjalanan tanpa saya minta. Saya katakan padanya ingin ke stasiun dan kereta akan berangkat lima menit lagi. Katanya tenang saja kereta belum lewat, palang rel belum ditutup. ”Lari saja Mbak,” sarannya. Saya ikuti saran si supir karena memang jaraknya tidak terlalu jauh saya pun berpacu dengan waktu. Arghhh...tidak satu menit lagi.
Terlihat dari ekor mata saya seorang wanita berjilbab biru sontak saya panggil ”Inuuuuuun,” ia menjawab panggilan saya dengan menolehkan kepalanya. ”Ayo cepat keretanya akan berangkat,” teriak Inun. Kami pun berlari menuju kereta yang hendak berangkat itu. Berada di dalam kereta kami hanya tersenyum, terutama saya hanya meringis lebar sekaligus berusaha menghimpun tenaga kembali. Mengisi paru-paru yang panas dengan udara kereta ekonomi yang tidak terlalu wangi itu.
”Hai, sorry telat. Saya nyasar. Cari tempat duduk yu!” saya mengajak Inun. Inun menunjukkan tiketnya. Kami mendapat kursi nomor 7A dan 7B di gerbong 6. sayangnya kursi tersebut sudah terisi oleh orang lain. Merasa tidak terima saya bertanya pada bapak-bapak yang menguasai kursi yang seharusnya menjadi milik kami. Babpak-bapak tersebut menunjukkan bukti pembelian tiket. Saya jadi tidak bisa berkutik saat ia menunjukkan tiket yang dibelinya dari calo itu. Walaupun saya langsung membeli tiket dari loket resemi tetap saja kalau telat naik saya tidak akan mendapatkan kursi yang sudah menjadi hak saya.
Ahhh,,,sudahlah akhirnya saya dan Inun berdiri. Mengobrol. Terlihat di ujung mata ada sebuah kursi yang bisa saya duduki, akhirnya saya mengajak Inun ke kursi tersebut. Dan karena barang bawaannya yang banyak saya menyuruh Inun duduk duluan. Ternyata saya tidak kuat berdiri lama, saya pun meminta pada orang yang duduk hanya berdua di samping saya untuk memberikan sedikit tempat duduk untuk saya. Walau Cuma sedikit ruang yang diberikan akhirnya saya duduk.
Lega sedikit hati saya saat itu. Namun, selang tak berapa lama. Inun mengatakan bahwa akan ada seorang lagi yang akan bergabung dengan perjalanan kami. Ia akan naik kereta yang sama seperti kami hanya saja ia akan naik dari Tasik. Saya bingung akan duduk di mana dia. Sedangkan kami berdua saja sudah meminta tempat duduk orang lain. Teman kami, Ep, akhirnya naik kereta ia menghampiri dan menyalami kami, ini juga pertemuan pertama kami bertiga. Merasa kasihan pada Ep akhirnya Inun merelakan sebagian kecil ruang duduknya untuk Ep. Terlihatlah pemandangan yang menarik dan ironi di sini. Kursi yang diduduki oleh Inun, Ep, dan dua orang penumpang lainnya sebenarnya hanya diperuntukkan untuk dua orang. Kursi kecil tersebut tetap terasa ”lega” oleh keempat orang tersebut karena mereka masih mau berbagi. Sedangkan di tempat lainnya kursi yang diperuntukkan untuk tiga orang tidak pernah ditampahkan jumlah penduduknya. Mereka tidak mau berbagi padahal masih ada ruang yang cukup untuk penumpang lain yang tidak kebagian tempat duduk. Ah,,,,terserah merekalah.
Duduk bersempit-sempitan tampaknya berlangsung cukup lama. Terhitung mulai pukul 00.00 sampai 2.30 kami berusaha mempertahankan posisi duduk di tengah serangan kantuk malam hari. Beruntung sat persatu penumpang mulai turun. Hingga tersisalah bagi kami kursi yang agak sedikit luas. Beruntung akhirnya kami bisa mulai meluruskan badan, bisa menyenderkan punggung pada sandaran kursi. Hal yang selam lima jam sebelumnya sangat mustahil kami lakukan.
JOGJA KAMI DATANG. Akhirnya laju kereta mulai perlahan ketika memasuki stasiun Lempuyangan Jogjakarta. Aiihhh,,,,senangnya kami selamat sampai tujuan. Matahari pagi Jogja yang baru saja terbit menyambut hangat pijakan pertama kaki saya di bumi Jogja.
Harum lembab udara pagi hari mengisi paru-paru dan mengusir sesak napas sepanjang perjalanan Bandung-Jogja. Semilir lembut angin pagi hari menyuntikkan semangat baru bagi kami bertiga untuk menyongsong petualangan selanjutnya. JOGJA HERE WE COME..... to be continued...

Comments

  1. memang banyak cerita kalo naik kereta api ekonomi..
    cerita yang bisa menyesakkan dada. hahaha!!!
    asiiikkk oleh-oleh yak..

    ReplyDelete

Post a Comment

thank you for reading and feel free to comment :)

Popular posts from this blog

Who Am I?

I am becoming the person I hate the most. How I wish to have a peacefull mind but don,t work. Spend too much time with virtual world drown me into misery.

Di Puncak Tangga

Tik..tok..tik..tok... Enggak berasa nih kawan, dah hampir kelar semester tujuh. Semester delapan tinggal beberapa waktu lagi masuk ke dalam kehidupan kita. Dapat dipastikan dengan masuknya semester delapan kita makin sibuk dengan urusan masing-masing. Yang kecil pasti sibuk dengan urusan job tre-nya. Yang cowok pun sepertinya demikian. Yang jilbab gw kurang ngerti neh dia sibuk job tre, kuliah, atau keduanya. Sedangkan jilbab yang lain pasti sibuk dengan organisasinya dan dibantu oleh si pasangan hidupnya. Teman sejawatnya. Sedangkan yang gingsul, rambut panjang, rambut pendek kaca mata, dan gw pasti sibuk dengan kuliah dan job tre. Kalau gw sih ada tambahannya, yaitu bersenang-senang. Hehehe...aku akan menikmati semester besok yang tidak banyak kuliah. Yihaa....setidaknya dengan sedikit kuliah gw bisa mengerjakan sesuatu yang gw dah dari dulu pengen dilakuin. Asik..asik... Tetapi yang jadi masalah gw mesti bersenang-senang sama siapa. Toh, lo semua aja mungkin sibuk dan entah ada di m

veinti ocho

Another number to add. This time I kinda relax to face it. No excited feelings, nor ignore the date. It came all natural. Just want to take a moment of silent for meself. Some big steps in life I've already taken before this number came. I am now, living mylife as an expats, a little wish I whispered ages ago. I left family back home, so it let me feel homesick of being around them. The bold note for this time is I am in the country I have longed since years ago, India. One time I told myself to add the number in India. And, here I am. How wonderful life is. Especially when the love one is there next to me. I want a memento, a present for me. I will have it later and keep you updated. Namaste.