“Dia jelek Fi!”
“My friends (baca: I) said i deserved someone better!” katanya.
-----------------------------------------------------------------------------------
Ohhh,,,serangkaian kalimat itu membuat mata saya saya tiba-tiba buram. Tak terlihat jelas sosok yang penuh warna itu. Sekilas dirinya nampak abu-abu, terkadang hitam, sering pula putih. Tak cerah seperti biasanya.
Kalimat-kalimat tyang meluncur dari mulutnya, yang bagi dirinya biasa saja, membuat saya tiba-tiba kecewa. Mengapa bisa kalimat macam itu yang terucap. Tak pernah saya sangka dia bisa berpendapat tentang penampilan fisik seseorang. Terlebih pada orang yang beberapa bulan ini menjadi “yang terdekat” bagi dirinya. Why?
Memang tidak salah kalau dia berpendapat mengenai sesuatu. Tapi, untuk yang satu ini saya kurang setuju dengan pendapatnya. Selama ini saya selalu melihat semua orang itu indah dengan keindahannya masing-masing. Cantik dengan caranya. Unik dengan gayanya.
Sampai sekarang saya masih marah juga tidak mengerti maksud si empunya omongan. Ada baiknya saya ceritakan kelanjutan omongan orang itu (ahhh,,,jahatnya saya menceritakan aib orang. Tak apalah toh kalian tidak tahu siapa yang saya maksud). Dikatakannya kalau orang yang dibilang jelek itu mempunyai kelakuan yang tidak bagus juga, seperti suka “minum” dan merokok. Oh,,,saya memang tidak melakukan hal itu, tetapi saya tidak mau mengurusi orang yang melakukannya. Suka-suka oranglah!
Tetapi, sekali lagi tetapi, mengapa ia membeberkan fakta tak mengenakkan orang itu di depan muka saya. Kekecewaannya terhadap orang dekatnya itu. Mengapa saya yang harus mendengarnya?
“Ini cuma curhat Fi. Tidak dikomentari pun tak apa-apa,” katanya.
Oh,,iya saya saat itu pun terdiam. Bukan-bukan karena saya tidak tahu berkata apa, tetapi (lagi-lagi tetapi) karena saya tidak mau kata-kata kasar yang bersarang di mulut ini menyembur ke muka orang yang harus saya akui telah melemahkan diri ini.
Banyak rangkaian kata yang kasar, halus, baik, dan buruk yang saat itu ingin saya ucapkan. Namun, tak bisa dikeluarkan. Tak bisa! Tak bisa saya menyakiti perasaannya walaupun dengan begitu saya harus kembali menyiramkan air garam ke luka saya lagi.
Mungkin inilah kata-kata yang (mungkin) seharusnya keluar dari mulut saya malam itu:
1.Suara sedikit meninggi, alis naik, tatapan mata sinis.
“Jelek lo bilang! Siapa lo? Yang bisa menilai penampilan orang seperti itu. Situ oke? Tak bisa macam itu! Semua orang itu indah dengan keindahannya masing-masing. Toh walaupun penampilannya kurang mengenakkan untuk dilihat setidaknya dia punya hal lain yang bisa dibanggakan. Kalaupun itu tidak ada, ada baiknya jangan lo ceritakan kekuranggannya ke orang lain. Dia cewek lo kan? Tega banget!”
2.Suara datar, alis datar, muka serius.
“Bos,,,saya memang tidak begitu respek sama orang yang “melenceng”, tapi saya juga tidak bisa terima kalau ada cowok menjelek-jelekkan ceweknya di depan saya. Begini ya,,,saya tidak pernah kenal dengan dia, saya tak tahu nama dan rupanya, dan walaupun dia sekarang menjadi orang terdekatmu (dan bukan saya) tetap saja dia cewek. Mendengar kata-kata kamu barusan saya merasa malah saya yang kamu jelek-jelekkan. Entah mengapa, womanhood mungkin? So,,please. Don’t! Do not ever say such a word again. You have sister of your own, do you?”
3.Suara meninggi, alis naik, mata berkaca-kaca.
“Apa maksud lo menceritakan dia ke saya? Apa? Ingin menunjukkan kalau lo bisa mendapatkan seseorang sementara saya tidak? Apa? Ada kepuasan apa setelah bercerita macam ini? Pernah terpikirkan oleh kamu bagaimana perasaan saya mendengarkan semua perkataan kamu malam ini? Saya melihat kamu dangkal sekali, selama ini saya tidak pernah berpikir kalau kamu bisa mempunyai pikiran seperti itu. Tidak pernah sekalipun saya berpikiran semacam itu! Haa,,,apakah kalau kita pernah menjalankan hubungan semacam dirimu dan dia, dan saya melakukan hal yang juga kamu anggap kurang baik, lalu kamu akan meceritakannya pada orang lain? Iya? Jawab pertanyaan saya!”
4.Suara tenang, mata membesar, sedikit menyunggingkan senyum.
“You missed something. Named Efi.”
Ahh,,,andai saja Kamu membaca tulisan ini. Semoga mengerti perasaan-perasaan saya. Tidak hanya perasaan saya mengenai saya, tetapi juga perasaan saya kepadanya.
Paham.
Semoga saya bisa kembali melihat warna dari setiap konstruksi dirimu.
Tik..tok..tik..tok... Enggak berasa nih kawan, dah hampir kelar semester tujuh. Semester delapan tinggal beberapa waktu lagi masuk ke dalam kehidupan kita. Dapat dipastikan dengan masuknya semester delapan kita makin sibuk dengan urusan masing-masing. Yang kecil pasti sibuk dengan urusan job tre-nya. Yang cowok pun sepertinya demikian. Yang jilbab gw kurang ngerti neh dia sibuk job tre, kuliah, atau keduanya. Sedangkan jilbab yang lain pasti sibuk dengan organisasinya dan dibantu oleh si pasangan hidupnya. Teman sejawatnya. Sedangkan yang gingsul, rambut panjang, rambut pendek kaca mata, dan gw pasti sibuk dengan kuliah dan job tre. Kalau gw sih ada tambahannya, yaitu bersenang-senang. Hehehe...aku akan menikmati semester besok yang tidak banyak kuliah. Yihaa....setidaknya dengan sedikit kuliah gw bisa mengerjakan sesuatu yang gw dah dari dulu pengen dilakuin. Asik..asik... Tetapi yang jadi masalah gw mesti bersenang-senang sama siapa. Toh, lo semua aja mungkin sibuk dan entah ada di m...
Comments
Post a Comment
thank you for reading and feel free to comment :)