baiklah. agar pikiran agak sedikit tenang ada baiknya saya cerita di sini selain cerita kepada teman-teman lain.
sudah saya jelaskan bagaimana campur aduknya perasaan saya kalau pergi meliput beriringan dengan sekawanan wartawan bodrex di tulisan sebelumnya. nah, sekarang saya ceritakan pengalaman, yang menurut saya cukup menarik (bagi saya) untuk diceritakan.
saya sedang di sebuah press conference sebuah perusahaan properti, tiba-tiba ponsel bergetar. "Ada public expose perusahaan otomotif pukul 2 siang di kantornya. datang ke sana, ya". itu kalimat perintah dari atasan saya. "oke. siap meluncur," balas saya.
setelah acara pertama rampung, saya tanya ke sejumlah teman dari media lain apakah mereka akan datang ke acara perusahaan otomotif tersebut. serentak mereka menggelengkan kepala menjawab pertanyaan. dan, saya pun mulai paranoid. "what a great job, covering a big company without any companion!"
dengan agak was-was saya pun datangi acara tersebut. kenapa saya cemas? saya takut dikelilingi bodrex.
"Di gedung sebelah lantai dua," seorang satpam menunjukkan lokasi acara. di pintu masuk gedung yang dimaksud ada sejumlah satpam lain, dari mana?, tanya mereka. saya sebut nama media yang saya wakili. satpam pun melihat kertas yang berisi daftar media. kemudian memberikan saya sebuah tanda pengenal sambil berkata, "silakan tunggu di lantai 12!".
"pewarta lain sudah datang?" tanya saya.
"wah, sudah banyak" jawab satpam.
saya pun sumringah. ada teman liputan juga. hehehe
"Tuh, ada lagi yang baru datang," ujar satpam sampil menunjuk.
saya mengikuti arah tangan satpam tersebut. terkejut. ternyata dia menunjuk ke arah sejumlah bodrex yang baru datang. curiga. saya langsung bilang, "kan, acara di lantai 2 kenapa harus ke lantai 12?". satpam cuma menjawab kalau seperti itulah perintah atasannya, wartawan tunggu di lantai 12.
di lantai 12. saya dan bodrex disuruh oleh petugas keamanan lain untuk masuk ke sebuah ruangan. saya ikut masuk. ternyata, bukan ruangan saudara-saudara sekalian setanah air, melainkan tangga darurat. saya disuruh naik ke lantai atas. grogi. saya tanya buat apa ke atas. si petugas keamanan bilang, registrasi dan ambil nomor urut.
ada yang tidak beres, pikir saya. tapi, tetap saja kaki ini melangkah dan memijak anak tangga satu persatu. saya berjalan di antara bodrex. saat melintas mereka bilang, "cepat sebelum kuponnya habis". sambil menarik napas panjang, saya pun turun kembali ke lantai 12 dan bilang ke petugas keamanan kalau saya lebih suka untuk menunggu di tempat yang masih ada penyejuk ruangan tersebut.
"di atas saja," bilang si petugas.
"di sini aja, di dalam panas banyak asap rokok," saya menjawab.
"nanti, konferensi pers di mana? di atas? nanti direksinya lewat mana?" serang saya.
"Ya,,konferensi persnya di atas. nanti direksinya datang kok. mbak baru sekali ke sini yah?" petugas bertanya balik.
"Iya, saya baru sekali ke sini."
"Pantes mukanya tidak saya kenal, kalau yang lain mah saya sudah kenal. sudah ada 150 di atas, belum semuanya datang biasanya sampai 190," jelas si petugas.
tiba-tiba kepala saya pening. si petugas menganggap saya sebagai salah satu dari mereka.
"udah kebagian nomor urut belum?" tanya petugas.
"enggak ngambil, tidak diizinkan kantor. pak, acara di lantai 2, kan?" tanya saya dengan muka cool meskipun hati pelan-pelan mulai nangis.
air muka petugas berubah saat saya bertanya. kemudian dia menjelaskan, berdasarkan perintah atasannya para wartawan harus menunggu di tangga darurat tersebut tanpa terkecuali. semakin panik, saya pun pergi ke toilet menenangkan diri. saat saya keluar, petugas tidak ada, saya pun masuk ke dalam lift dan turun ke lantai 2.
di dalam lift yang cukup penuh tersebut saya curi dengar percakapan dua karyawan perusahaan otomotif tersebut. si wanita bertanya siapakah mereka yang ada di lantai 12. si pria menjawab, mereka adalah para bodrex yang sengaja diisolasi. saya kaget. saya amati kedua orang tersebut, ditangan si pria ada sebuat tas kertas jinjing yang terbuka sehingga isinya pun terlihat jelas, berlembar-lembar amplop putih. yah,,simpulkan lah sendiri.
"Sorry, Mas, kok saya juga digiring ke lantai 12, ya?" saya menyerobot pembicaraan kedua orang tersebut.
"Loh, Mbak dari mana?" tanya dia.
saya sebutkan nama media yang saya wakili. dengan air muka terkejut si pria menjelaskan kalau acara ada di lantai 2, dan dia pun mengajak saya ke tempat tersebut.
lega. saya masuk ke tempat acara dan isi daftar hadir. saya cari dari atas hingga bawah nama media saya. tidak ada. akhirnya, saya menulis tangan nama media saya dan diberikan tanda pengenal yang berbeda sama sekali dengan sebelumnya yang saya terima. akhirnya, saya paham mengapa bisa dianggap bodrex. nama media saya tidak tercantum sama sekali. memang sih ada nama media yang mirip, tapi bukan itu media saya.
sekembalinya dari acara, pengalaman tadi saya ceritakan pada atasan. dia pun heran mengapa media kami sampai tidak tercatat. saya sebut sebuah nama media yang mirip dengan media kami, ternyata, berdasarkan apa yang dikatakan atasan saya, itu adalah nama lama media kami. mendengarnya, saya pun mencaci maki humas dan media relation perusahaan tersebut. merekalah, "atasan" yang memerintahkan petugas keamanan menggiring saya ke lantai 12.
oke, dari pengalaman ini saya jadi kesel terhadap dua hal: kesal karena dianggap bodrex dan juga benci kepada humas yang tidak becus membuat daftar media.
Comments
Post a Comment
thank you for reading and feel free to comment :)