masih segar dalam ingatan, saat seorang teman yang berprofesi sebagai jurnalis uring-uringan karena harus meliput bareng dengan wartawan bodrex. apa itu wartawan bodrex? ini hanya istilah, saya tidak tahu asal-usulnya, yang merujuk pada "wartawan" yang tidak memiliki media, datang untuk ambil "uang jalan" yang disediakan oleh penyelenggara acara, atau sekadar numpang makan. semua deskripsi itu hanya kesimpulan saya dari cerita si tema pewarta
saat itu, saya cuma berpikir teman saya bereaksi berlebihan. toh, orang-orang itu datang untuk ambil apa saja yang bisa diambil oleh mereka. toh, memang penyelenggara menyediakan. "Apa yang salah?" pikir saya saat itu.
Ternyata benar, kita baru bisa memahami lebih jauh saat mengalaminya sendiri.
pengalaman pertama pergi liputan dengan sejumlah bodrex di sebuah hotel di kawasan Sudirman, Jakarta, say a, terus terang, tidak merasa risih sama sekali. justru muncul rasa iba. kawanan bodrex yang saya lihat adalah pria-wanita paruh baya yang kucel, berbaju lusuh, dan alas kaki mereka sudah tipis. tidak apa-apalah mereka datang ke sini, menerima sesuatu berharga yang diberikan oleh si penyelenggara acara, pikir saya saat itu. selama saya tidak dirugikan tidak jadi masalah, lagipula si penyelenggara acara pun tampaknya perusahaan yang besar dan membagi beberapa lembar uang ke dalam amplop tertutup itu pun tidak akan serta-merta membuat mereka bangkrut. hitung-hitung membantu yang sedang sulit.
berkali-kali saya mengalami hal seperti tersebut. pernah saya berpikir, "apakah hidup terlalu susah, sampai-sampai mereka yang paruh baya ini harus mencari tambahan rupiah dengan cara seperti ini?". namun, pertanyaan saya jadi berubah setelah saya semakin sering pergi liputan, di antara mereka ada yang masih muda belia, usia awal 20-an. "Apakah sulit mendapatkan rincingan rupiah yang merupakan hasil kerja keras ketimbang menunggu untuk mendapatkan 'pengganti transport'?".
untuk bertahan hidup ternyata tidak mudah. saya semakin berpikir, ya tak apalah si penyelenggara acara membiarkan mereka datang dan memberikan imbalan sebagai pengganti lelah.
tetapi, akhir-akhir ini perasaan saya malah campur aduk. perasaan pertama, rasa iba karena wartawan bodrex itu terlihat tidak punya jalan lain untuk bertahan hidup itu masih ada. perasaan kedua, saya kesal karena dengan adanya mereka, terlebih kalau mereka bergerombol, jadinya berisik. perasaan ketiga, rasanya ingin meninju semua orang saat saya dianggap sebagai salah satu dari mereka. (ceritanya di sini).
entah kapan ketiga perasaan itu bisa melebur menjadi sebuah antibodi bagi saya. err,,,kawanan ini membuat saya sakit kepala.
Comments
Post a Comment
thank you for reading and feel free to comment :)