Satu halaman situs membuat saya kalut, kemarin. Halaman tersebut menampilkan sejumlah foto jepretan pewarta foto media internasional yang merekam kegiatan prostitusi (ada kata lain enggak sih? Saya enggak sanggup nulisnya). Lihat fotonya di sini
Di sebuah kota miskin di Kandapara, Bangladesh. Perempuan-perempuan yang kalau berdasarkan hukum perkawinan Indonesia belum boleh menikah ini sudah paham bagaimana bersolek untuk menarik perhatian mereka yang sedang birahi tinggi.
Berdasarkan penjelasan foto, mereka baru berusia 14, 15, 16, dan 17. Masih hijau. Tapi jangan salah meskipun nampak seperti baru beberapa bulan mendapatkan menstruasi pertamanya, dalam sehari remaja-remaja itu bisa melayani 15-20 pria. (Oh...saya butuh oksigen tambahan!). Dengan intensitas hubungan semacam itu, wajar kalau mereka bisa bobol hamil. Si usia 16 ternyata sudah punya anak berumur 4 (gilaaaa...berarti dia hamil sekitar umur 11. Tuhan!). Di foto lain, ternyata si umur 17 membawa anaknya yang baru berusia 1 ke dalam bilik tempat dia bekerja sehari-hari (pingsan).
Dari satu kali memberikan pelayanan, perempuan-perempuan ini menerima bayaran sebesar 50 taka atau setara 0,6 seb USD atau sekitar 5.400 IDR. Kenapa murah? karena penjajanya bukan satu dua orang tapi ratusan jadi saja harganya sedemikian rendah. Demi mampu bersaing, mereka harus minum obat-obatan yang biasanya digunakan untuk menggemukan hewan. Katanya, dengan obat itu badan mereka akan lebih berisi sehingga bentuk tubuhnya pun semakin berbentuk dan semakin mudah menarik perhatian para pria. baca deh laporan Reuters di sini.
Saya sih belum bikin keputusan untuk masalah prostitusi, bukan hanya kasus di Kandapara. Saya sempat mau mencacimaki mereka yang mau bekerja di bidang ini. Tetapi, saya pernah baca ada seorang ibu yang membiayai anaknya sampai perguruan tinggi karena pekerjaan ini. Benci, sih, sama mereka yang menjadikan susahnya mencari uang sebagai pembelaan untuk melakukan hal yang tidak wajar ini, tapi ini seorang ibu, saya belum berani caci-maki takut kualat.
Sempat ingin menyalahkan kemiskinan yang menjerat orang-orang itu sampai harus masuk ke dalam dunia prostitusi. Mereka yang masuk dalam tulisan Reuters ini sih memang mengaku kalau dirinya banyak utang jadi mau tak mau harus rela membuka kakinya lebar-lebar. Tapi, pertanyaannya apa itu cuma satu-satunya jalan? sepertinya tidak.
Saya, sih, cuma berharap kalau kita-kita ini bisa menahan birahi. Bukan perkara mudah memang, tapi setidaknya kalau kita bisa tahan nafsu itu kita bisa ikut bantu mengurangi praktik-praktik yang merendahkan harga diri manusia itu. Prinsip yang selalu saya pegang adalah, tidak akan membayar untuk "pleasure" yang ingin saya dapatkan. Bagi saya birahi itu sakral, yah, lakukanlah dengan pasangan masing-masing. Kalau memang tidak bisa juga, cari orang yang juga sedang high dan juga sama-sama butuh. For me, we can not value sex with money, not even millions penny!
Comments
Post a Comment
thank you for reading and feel free to comment :)