Skip to main content

nomaden seperti masa lalu

Serunya bepergian ngeteng adalah kita tidak akan tahu siapa yang akan duduk di samping kita dan cerita apa yang akan dibagikan untuk kita. Salah satu kejutan dari perjalanan saya adalah pertemuan dengan Pablo (nanti saya ceritakan lebih lanjut tentang pria Perancis ini di tulisan terpisah).

Pablo menyebut dirinya backpacker on wheel. Kemanapun dia pergi dia butuh sepeda atau papan luncur. Menarik. Ia berbagi cerita tentang perjalanannya. Kebiasaan saya adalah menanyakan apakah dia membuat catatan tentang perjalanannya. Pablo mengangguk dituliskannya www.m.piem.org di dalam memo ponsel saya.

Saya baru bisa membuka-buka laman blog Pablo setelah sampai rumah. Menarik sekali membaca tulisan-tulisan dia, foto-fotonya pun sedap dilihat. Dalam satu tulisannya, Pablo bercerita tentang pertemuannya dengan sepasang pengelana bersepeda. Ternyata mereka tidak pergi berdua, tetapi membawa serta dua anaknya yang masih balita. Iya saudara-saudara mereka membawa anaknya keliling dunia. 

Gila pikir saya!

Memang, sih, mereka memodifikasi kendaraannya supaya anak mereka nyaman saat dibawa bepergian. Tetapi, yah, berarti anak-anaknya tidak punya teman lain kan? Perjalanan ini kesannya hanya seperti ambisi kedua orang tua tanpa memikirkan perkembangan si anak.

Si ayah dan ibu ini punya blog juga. Judulnya Eveil Nomade. Sepertinya mereka memang ingin menjadi manusia nomaden. Mencari peruntungan di tempat-tempat baru. Saya buka galeri foto mereka satu per satu. Selesai melihat gambar perjalan mereka, saya pun berubah pikiran "bukankah manusia purba jaman dulu memang selalu nomad? apa salahnya kalau manusia saat ini melakukan hal yang sama seperti nenek moyangnya?" Sepertinya si orang tua memang ingin menguji kemampuan dirinya sebagai manusia, just like old time sake.

Dari foto-foto yang mereka tampilkan, nampaknya buah hati mereka nampak menikmati perannya sebagai petualang cilik, berenang di danau, tidur di dalam tenda, dan mendaki gunung. Kedua orang tuanya pun tetap memperhatikan perkembangan kedua bocah tersebut, mereka masih berkesempatan mewarnai buku gambarnya di alam bebas. 

beautiful isn't it? foto diambil dari sini


Comments

Popular posts from this blog

Di Puncak Tangga

Tik..tok..tik..tok... Enggak berasa nih kawan, dah hampir kelar semester tujuh. Semester delapan tinggal beberapa waktu lagi masuk ke dalam kehidupan kita. Dapat dipastikan dengan masuknya semester delapan kita makin sibuk dengan urusan masing-masing. Yang kecil pasti sibuk dengan urusan job tre-nya. Yang cowok pun sepertinya demikian. Yang jilbab gw kurang ngerti neh dia sibuk job tre, kuliah, atau keduanya. Sedangkan jilbab yang lain pasti sibuk dengan organisasinya dan dibantu oleh si pasangan hidupnya. Teman sejawatnya. Sedangkan yang gingsul, rambut panjang, rambut pendek kaca mata, dan gw pasti sibuk dengan kuliah dan job tre. Kalau gw sih ada tambahannya, yaitu bersenang-senang. Hehehe...aku akan menikmati semester besok yang tidak banyak kuliah. Yihaa....setidaknya dengan sedikit kuliah gw bisa mengerjakan sesuatu yang gw dah dari dulu pengen dilakuin. Asik..asik... Tetapi yang jadi masalah gw mesti bersenang-senang sama siapa. Toh, lo semua aja mungkin sibuk dan entah ada di m

Who Am I?

I am becoming the person I hate the most. How I wish to have a peacefull mind but don,t work. Spend too much time with virtual world drown me into misery.

P3K

Beberapa waktu lalu, sempat lari sejenak dari Jakarta ke Jogjakarta. Sekitar tujuh hari saya menghabiskan waktu di kota yang sempat menjadi pusat pemerintahan sementara negara Indonesia tercinta. Kali ini, saya belum mau menceritakan lokasi wisata yang saya kunjungi. ada hal lain yang ingin saya ceritakan, tetapi tenang soal perjalanan pasti akan saya tuliskan juga di publikasi berikutnya. Seperti lazimnya calon turis, saya sangat senang menghadapi hari esok. Sudah terbayang panasnya Jogjakarta dan santainya kehidupan di kota itu. Tetapi, sayangnya, partner jalan saya justru nyeri leher dan pundak sehari sebelum keberangkatan. Otomatis dia tidak bisa angkat ransel. Nyeri, begitu ia beralasan. Sesampainya di Jogja pertanyaan kedua kami setelah "penginapan murah di mana?" adalah "tempat pijat yang enak dimana?". Partner saya ingin segera meluruskan lehernya dan menikmati liburan kami. setelah keliling-keliling akhirnya kami menemukan pijat tradisional. tampak