Menyambangi tempat yang benar-benar asing memberikan kita kesempatan untuk
menjadi new baby born. Setidaknya hal
itu yang saya rasakan. Segala hal remeh-temeh yang saya lihat sepanjang
perjalanan membuat saya excited
setengah mati.
Saya
sempat tersenyum lebar melihat irisan cabai yang disajikan dengan pho. Tidak terlalu aneh sebenernya sebab di rumah sering sekali saya potong-potong cengek yang kemudian dicampur
dengan kecap manis dan asin. Cerita lain, saya terpingkal-pingkal waktu melihat
penunjuk jalan bertuliskan ‘Pasteur’, serasa di Bandung.
katanya, meskipun padat tingkat kecelakaan motor di HCMC rendah |
Inti
dari perjalanan dari kali ini memang membiarkan saya diterpa sesuatu hal baru,
sengaja membangkitkan rasa todler-like-curiousity. Tetapi, ada satu hal yang
enggak mau saya coba di HCMC, mengendarai motor dengan helm catok. BIG NO WAY!
HCMC
sepertinya memang rumah bagi para pengendara motor. Kalau mau dipukul rata
jumlah motor di HCMC mungkin sama banyaknya dengan Jakarta, tetapi karena
jumlah mobil yang berseliweran cukup jarang makanya si motor keliatan banyak
sekali. Dengan jumlah motor yang sangat banyak dan cara berkendara yang seenak
jidatnya, saya terus terang ngeri dengan helm yang mereka kenakan. Rata-rata
helm yang mereka pakai menutupi hanya sebagian kepala mereka. Terima kasih,
deh, kalau disuruh pake helm macam itu.
Pengalaman
pertama lain yang saya alami adalah numpang di rumah orang yang sama sekali
tidak saya kenal. Beberapa waktu sebelum berangkat, saya sempatkan posting ittenary perjalanan di
couchsurfing. Tetapi, seminggu sebelum berangkat, belum ada respon dari
siapapun akhirnya saya dan Pipit putuskan untuk menginap di hostel. Ternyata keesokannya
ada respon Juan Carlos. Dia bersedia menampung saya dan Pipit untuk menginap
ditempatnya, tetapi saya tolak tawaran tersebut karena kadung memesan hostel
dan Pipit agak kurang nyaman menginap di apartemen pria yang belum dikenal.
Hidup
memang penuh kejutan. Ternyata ada kesalahan perhitungan, kami hanya menyewa
kamar untuk dua malam bukan tiga malam. Sebenarnya Long Guesthouse masih bisa
menampung kami, tetapi akhirnya kami memilih untuk bermalam di tempat Juan
Carlos. Dan, untungnya permintaan kami diamini oleh Juan Carlos.
Saya
dan Juan Carlos belum pernah bertemu sama sekali, perkenalan kami hanya sebatas
fasilitas pesan couchsurfing atau layanan Y!M. Juan Carlos ternyata bernama
asli Jon, namanya berbau latino karena dia pernah tinggal 1,5 tahun di Meksiko.
What a coincidence he speaks spanish! At least
we shared something in common.
Saya
tidak berekspektasi apa-apa soal tempat tinggal Jon. Dapat sofa untuk ditiduri
semalam juga tidak masalah. Lumayanlah daripada saya dan Pipit harus
mengeluarkan 20 USD untuk semalam di hostel.
“Cari
saja gedung tinggi di dekat Independance Palace. Saya akan tunggu di depan,”
terang Jon tanpa memberitahukan nama apartemennya.
Saya
masih berbicara lewat sambungan telepon waktu melihat Jon berdiri di depan
gedung apartemennya. Mulut saya menganga saat Jon mengijinkan kami masuk ke
dalam lobi apartemennya. “Ini bukan tempat biasa!” teriak saya dalam kepala.
Apartemen
Jon berada di lantai 12. Dari ruang tamunya saya bisa melihat tampak atas HCMC
(sangat mudah melihat ujung HCMC karena tidak banyak gedung tinggi). Kemudian Jon
menunjukan kamar yang bisa kami tiduri, kami dipersilakan untuk tidur sekamar
atau terpisah. Ditunjukannya pula kamar mandi dan toilet, didalamnya sudah
tersedia handuk bersih dengan embroidy nama apartemen tersebut. That was beyond our expectation. Bahkan,
Jon bilang kalau di lantai satu apartemen tersedia kolam renang, gym, dan
sauna. Seriously we never expected this
kind of leisure.
Saya
terkekeh-kekeh saat berbisik ke Pipit. “Saya kira kita cuma bisa merasakan
hotel bintang empat saat liputan, ternyata walaupun pergi sendiri kita masih
punya rezeki nginep di tempat bagus.”
HCMC on Top |
Awalnya
saya kira Jon hanya seorang traveler yang
sudah berbulan-bulan tinggal di HCMC. Ternyata dia sudah 1,5 tahun bekerja
sebagai pegawai konsulat dari negara asalnya. Dia masih baru di couchsurfing,
alasannya ikut sosial media tersebut karena ingin suasana apartemennya sedikit
ramai. Entah benar atau tidak, dia mengaku baru beberapa bulan bercerai dengan
istrinya. Sang istri kembali ke negara asal sambil membawa anjing
peliharaannya.
Saya,
sih, bisa paham perasaan Jon. Menempati apartemen besar sendirian bukan sebuah
pilihan yang keren. Di beberapa sudut ruangan apartemen Jon memang tampak sepi,
rak bukunya tidak penuh. Selain itu, tidak ada tanda-tanda tempat itu diperhatikan
oleh si nyonya rumah. Perabotan yang ada nampaknya furnished dari si pengelola apartemen.
Jon
sedang menghangatkan makanan yang baru dibuat oleh tukang masaknya hari itu,
sementara saya sibuk memakai binocular untuk mengamati burung-burung yang mau
balik ke sarangnya. Puas melihat HCMC dari atas, mata saya terpaku pada
sejumlah uang baik koin maupun kertas yang tergeletak di beberapa tempat. Tempat
pertama adalah rak sepatu dekat pintu masuk. Di atas meja makan dan di samping
lampu tidur kamar pun ada beberapa keping uang logam.
Efi: You are a mess. Why is your money in all
over the place?
Jon: this is a test! A way to know whether my guests
are trustable or not.
Sebenarnya
saya tidak mengerti apa maksud Jon, tapi saya iya-iya saja. Pipit membisiki
saya, apa yang dilakukan Jon adalah cara dia tahu apakah orang yang datang baik
atau tidak. kalau uangnya berkurang, berarti dia punya alasan untuk tidak
percaya lagi dengan orang tersebut. Wow! Terus terang saya berharap caranya ini
sudah berlangsung lama bahkan sebelum dia bercerai dengan istrinya, untuk
mengetahui apakah tukang masak yang datang setiap dua hari sekali itu bisa
dipercaya atau tidak. Tetapi, kalau dia baru melakukannya akhir-akhir ini
semenjak menerima anggota couchsurfing, saya jadi sedih. Iya, sedih karena
kasihan sekali dia yang seakan-akan tidak bisa percaya dengan siapapun lagi.
Sepertinya
posisi Jon di konsulat cukup tinggi. Hal tersebut dapat terlihat dari dua hal,
apartemen mewah yang ditinggalinya dan dia bekerja over time, bahkan ia tetap
bekerja di hari Minggu. Saya dan Pipit pun ditinggal di apartemen berdua karena
dia harus kembali ke kantornya. Saya tidak melihat air muka kesal di wajah Jon
saat harus kembali ke kantor. Mungkin bekerja adalah salah satu caranya untuk
menghabiskan waktunya di tanah perantauan.
first time testing watery traditional Vietnamese wine |
Comments
Post a Comment
thank you for reading and feel free to comment :)