Skip to main content

Sangiang (1): Ketenangan Pelosok


Jujur saja seumur hidup saya belum pernah memberikan diri sendiri hadiah berupa perjalanan di hari jadi. Berhubung sudah punya kuasa terhadap diri sendiri terutama urusan finansial, saya memutuskan untuk membuat diri senang pada hari tersebut.

Rencana awal adalah pergi ke Bali bersama dua orang teman semasa SMA. Namun, gagal. Masalah utamanya adalah uang dan beberapa waktu terakhir ternyata teman saya pun tidak bisa pergi. Beralih ke tujuan kedua, Karimun Jawa. Iya saya cinta matahari dan ingin panasnya matahari kepulauan tersebut menyengat kulit. Biar perih tapi nikmat (eh,,, apa maksudnya ini?). Setelah dihitung-hitung, bujet perjalanan bisa sepertiga daripada Bali, tapi masih terlalu mahal untuk si kantong. Selain itu, saya khawatir jatah cuti akan termakan banyak untuk perjalanan kali ini.

Mendekati hari jadi, saya mulai kembali menjelajah forum diskusi CouchSurfing. Voila! ada satu perjalanan tepat di hari jadi saya dengan bujet yang sangat-sangat ramah, Rp 370 ribu all in dan hanya dua hari perjalanan. Destinasinya adalah Pulau Sangiang yang berlokasi satu jam berlayar (asiiiik!) dari Anyer, Banten. Satu tawaran yang ada dari paket perjalanan itu adalah snorkeling, saya langsung ok saja walau tidak paham benar soal tempat tujuan tersebut.

Ada 30 orang yang tergabung dalam perjalanan tersebut, hanya dua orang di antaranya yang saya kenal. Terus terang saya lebih menyukai perjalanan dengan orang yang tidak terlalu saya kenal, lebih bebas tanpa ketergantungan. Selain menyukai matahari, saya juga punya ketertarikan tersendiri dengan manusia, maksudnya personality mereka. Banyak hal yang bisa diperhatikan dan dimaknai dari mereka. Akan tambah menarik saat melihat mereka berinteraksi di alam bebas. 

Sekitar tengah hari, kapal kayu kami merapat di Pulau Sangiang. Suguhan pertama dari pulau seluas 100 hektare itu adalah pantai berkoral, sempit, serta diapit tebing. Saya sudah lupa kalau semalaman belum tidur saat melihat air laut biru terbentang di depan mata. Kegirangan. Bukan hanya saya, tetapi mereka-mereka yang sebagian besar waktunya dimakan oleh si kota kejam Jakarta berlarian (eh,,,ini saya saja yang seperti ini) sepanjang mulut pantai.



Khaled, Ayu, Majd, Mario
Oche, Efi, Oshin
Air laut cukup tenang saat itu, tidak banyak ombak besar yang masuk ke teluk kami. Di sini, saya bergaul dengan Oshin, Ayu, Majd (Palestina), dan Khaled (Mesir). Mereka semua anggota CouchSurfing. Keberadaan dua pria arab berbadan besar itu seharusnya membuat kami para wanita aman, tetapi ternyata mereka lebih nampak seperti bayi besar dan harus kami jaga agar tidak terjatuh. Serius saya tidak bohong.

Majd misalnya, setiap dia melewati batu berkarang dengan sendal jepitnya saya ketar-ketir. "Yah,,,bakal jatuh nih," pikir saya. Tetapi meskipun tampak labil, keseimbangan tubuhnya cukup melegakan. Majd tidak jatuh dan terluka. Sedangkan Khaled pada dasarnya sangat bisa diandalkan, bersedia meminjamkan tangan sebagai penopang kami saat menaiki undakan. Tetapi tak jarang juga dengan seenak jidat memotong jalur jalan yang diperuntukan satu orang saja.

Pulau Sangiang sebenarnya memiliki posisi strategis, di tengah-tengah Selat Sunda, tak mengherankan kalau Jepang pernah menaruh menara pantaunya di pulau ini sepanjang Perang Dunia II. Katanya, masih ada benteng peninggalan Jepang di Sangiang, sayangnya kami tak sempat menyusurinya. Gosip yang beredar ada harta karun di pulau ini, banyak yang coba peruntungan tapi nihil. Sangiang sendiri telah ditetapkan sebagai suaka alam oleh pemerintah, tidak heran ada beberapa pos tentara di sana.

Puas bermain di pantai, kami digiring naik ke atas menara pantau di atas tebing. Jalur pendakian sangat mudah, tangga batu yang bagus disertai pegangan di kanan kirinya memudahkan langkah kami. Perkiraan saya, tangga tersebut dibuat oleh pengembang properti yang sempat mencoba peruntungan bisnis pariwisata sebelum akhirnya krisis moneter 1997 memaksa mereka menggulung tikar.

Breathtaking! Kata tersebut pas untuk menggambarkan pemandangan yang terhampar di depan mata serta betapa napas saya tingal satu satu karena banyaknya anak tangga yang dilewati.


Snorkeling time! semua antusias, tak terkecuali saya. Tetapi, sempat urung turun karena teman yang sudah menyebur malah menggelengkan kepala sebagai penilaian pemandangan bawah laut Sangiang. Arus air yang kencang membuat spot snorkeling di Selayar menjadi keruh, sulit melihat hamparan koral di bawah sana. Meskipun begitu, saya tetap menyeburkan diri, sayang sudah jauh tapi tidak basah-basahan. Karena air laut cukup deras, saya memilih untuk diam dan membiarkan diri terombang-ambing dan sesekali ditampar ombak.

Minimnya penduduk pulau membuat tanaman tumbuh subur. Nyiur, melinjo, mangroove, dan pohon-pohon lainnya menghijau. Di beberapa sisi ada rawa-rawa yang menjadi kerajaan nyamuk. Perperangan manusia melawan nyamuk menjadi pemandangan seru setiap melewati rawa. 

*bersambung

Comments

Popular posts from this blog

Who Am I?

I am becoming the person I hate the most. How I wish to have a peacefull mind but don,t work. Spend too much time with virtual world drown me into misery.

Di Puncak Tangga

Tik..tok..tik..tok... Enggak berasa nih kawan, dah hampir kelar semester tujuh. Semester delapan tinggal beberapa waktu lagi masuk ke dalam kehidupan kita. Dapat dipastikan dengan masuknya semester delapan kita makin sibuk dengan urusan masing-masing. Yang kecil pasti sibuk dengan urusan job tre-nya. Yang cowok pun sepertinya demikian. Yang jilbab gw kurang ngerti neh dia sibuk job tre, kuliah, atau keduanya. Sedangkan jilbab yang lain pasti sibuk dengan organisasinya dan dibantu oleh si pasangan hidupnya. Teman sejawatnya. Sedangkan yang gingsul, rambut panjang, rambut pendek kaca mata, dan gw pasti sibuk dengan kuliah dan job tre. Kalau gw sih ada tambahannya, yaitu bersenang-senang. Hehehe...aku akan menikmati semester besok yang tidak banyak kuliah. Yihaa....setidaknya dengan sedikit kuliah gw bisa mengerjakan sesuatu yang gw dah dari dulu pengen dilakuin. Asik..asik... Tetapi yang jadi masalah gw mesti bersenang-senang sama siapa. Toh, lo semua aja mungkin sibuk dan entah ada di m

veinti ocho

Another number to add. This time I kinda relax to face it. No excited feelings, nor ignore the date. It came all natural. Just want to take a moment of silent for meself. Some big steps in life I've already taken before this number came. I am now, living mylife as an expats, a little wish I whispered ages ago. I left family back home, so it let me feel homesick of being around them. The bold note for this time is I am in the country I have longed since years ago, India. One time I told myself to add the number in India. And, here I am. How wonderful life is. Especially when the love one is there next to me. I want a memento, a present for me. I will have it later and keep you updated. Namaste.