Skip to main content

Thailand: Antiklimaks (1)


Sudah pukul tiga pagi. Saya dan beberapa calon penumpang sudah jengah menunggu bus yang tak kunjung datang, sementara para turis lain masih tertawa-tawa pengaruh minuman. Bus pariwisata pun banyak yang berseliweran, dari yang berbentuk double decker keren sampai yang butut kecil.  

Satu bus keren melambat di depan tempat penantian kami. Lumayan buat melanjutkan tidur yang belum tuntas, pikir saya. Kami bergegas, namun ternyata bus tersebut malah berlalu. Kecewa. Tak berapa lama bus yang kecil dan tidak nampak terlalu nyaman datang. Perasaan saya tidak enak, tapi kenyataan hidup memang pahit. Pengemudi tuk-tuk yang sedari tadi bertugas menjemput kami, kini berubah menjadi tukang giring penumpang ke dalam bus yang memiliki sandaran kursi kurang nyaman itu.

Saya dan Pipit kembali mengambil bus yang langsung mengantarkan kami ke negara sebelah, sama seperti saat dari Vietnam ke Kamboja. Namun, kali ini harganya lebih murah hanya US$ 14 dan saya bisa langsung sampai ibu kota ThailandBangkok.

Ada uang ada kenyamanan. Dengan uang yang relatif murah tersebut jangan harap si kondektur akan membantu kita untuk mengisi kartu kedatangan negara tujuan. Okelah untuk urusan yang satu itu, kami bisa atur hidup masing-masing. Tetapi yang jadi masalah adalah bagaimana mereka mengulur-ngulur waktu perjalanan dan pelayanan yang tidak mengenakan.

tampak dalam bus yang mengantarkan kami ke Poipet

Berhubung kami melakukan perjalan dini hari, kami mendekati perbatasan Poipet sekitar pukul 5 pagi. Demi menunggu waktu pintu perbatasan yang dibuka pukul 7 pagi, kami dibawa ke pool bus. Ahh…mengapa mereka tidak bisa memperhitungkan waktu perjalanan, kalau tahu seperti ini kan kami setidaknya pergi jam 4 pagi saja bukan jam 2 pagi.

Beres mengurus ini itu di imigrasi kami beranjak ke imigrasi Thailand, Aranyaprathet. Oh iya,,,sekadar informasi sedikit kalo lewat jalur darat hanya dapat 14 hari akses masuk Thailand, beda kalau lewat jalur udara bisa dapat 30 hari bagi para pemegang paspor Indonesia.

menyebrangi perbatasan

Bebas dari urusan imigrasi, kami disuruh berjalan kaki sekitar 100 meter keluar, katanya jemputan kami sudah datang. The beauty of traveling is you don’t know what is you are heading to. Jemputan kami kali ini adalah satu mobil pick up. Berhubung bagian tengah kendaraan hanya bisa terisi empat orang, para penumpang pria harus rela duduk di bagian belakang mobil bersama barang bawaan.

Siksaan belum selesai. Kami (lagi) kembali menunggu sebelum mobil membawa kami ke Bangkok. Saking malasnya, saya tidak bertanya alasan lambatnya perjalanan kami. Waktunya tiba. Saat itu, total penumpang ada 12 orang, semuanya dimasukan ke dalam sebuah minibus yang besarnya sama seperti minibus yang biasa nongkrong di daerah Kota.

Bisa membayangkannya? Kami berjejal di dalam minibus tersebut. Rasa iba saya peruntukan pada Pablo dan kawan-kawan, kaki jenjang mereka mau tidak mau harus tertekuk tidak mengenakan dikarenakan duduk di bagian belakang mobil selama tujuh jam perjalanan Aranyaprathet-Bangkok.



selamat berdesakan!

*to be continued

Comments

Popular posts from this blog

Di Puncak Tangga

Tik..tok..tik..tok... Enggak berasa nih kawan, dah hampir kelar semester tujuh. Semester delapan tinggal beberapa waktu lagi masuk ke dalam kehidupan kita. Dapat dipastikan dengan masuknya semester delapan kita makin sibuk dengan urusan masing-masing. Yang kecil pasti sibuk dengan urusan job tre-nya. Yang cowok pun sepertinya demikian. Yang jilbab gw kurang ngerti neh dia sibuk job tre, kuliah, atau keduanya. Sedangkan jilbab yang lain pasti sibuk dengan organisasinya dan dibantu oleh si pasangan hidupnya. Teman sejawatnya. Sedangkan yang gingsul, rambut panjang, rambut pendek kaca mata, dan gw pasti sibuk dengan kuliah dan job tre. Kalau gw sih ada tambahannya, yaitu bersenang-senang. Hehehe...aku akan menikmati semester besok yang tidak banyak kuliah. Yihaa....setidaknya dengan sedikit kuliah gw bisa mengerjakan sesuatu yang gw dah dari dulu pengen dilakuin. Asik..asik... Tetapi yang jadi masalah gw mesti bersenang-senang sama siapa. Toh, lo semua aja mungkin sibuk dan entah ada di m...
"Dear boys, be the guy you would want your daughter to be with." .: unknown :. Me: the question is what if the boy doesn't want any kid? Her: let's the universe conspire to help us stay away from that kind of boy

Kekasih Hati

malam itu lah malamku ketika aku bertemu denganmu dalam hati ku tersedu tanganku tergenggam menahan haru mataku tak lepas darimu walaupun ku sendiri ragu bunga menebar sejuk wewangian malam itu ku tak mampu menahan rasa yang tak menentu lalu muncullah rasa di dalam benakku ku tak pantas memandangi wajahmu rindu itu belum hilang walau pertemuan itu terkenang dalam hatiku berdoa jangan sampai aku pernah terlupa padamu penjaga hidupku tak pernah meninggalkan aku Sewaktu membaca lirik dan mendengarkan lagu “Bunga di Malam Itu”, gw ngerasa “ God , ni lagu pas banget sama apa yang gw rasain”. Berkali-kali lagu ini terus gw puter. Berhari-hari lagu ini gak keluar dari playlist lagu gw. Sumpah! lagu ini bisa jadi gambaran apa yang sedang gw rasakan saat-saat ini. Kalo boleh berlebihan, lagu ini bisa jadi original soundtrack hidup gw (lebaiiiiiiii.....). Nah, karena tidak puas dengan membaca lirik tersebut akhirnya gw mencari tahu te...