Skip to main content

No Shame On It, I Am A Dreamer!

Sebenernya sih saya buka termasuk orang yang suka mengikuti arus. Terkadang saya juga tidak mehu mendengar saran dari orang lain. Contohnya saja saya tidak mau mengikuti teman saya yang menyukai olahraga menembak (soalnya tidak ada satu teman yang memiliki hobi ini), sebab saya mempunyai kesukaan yang lain.
Sebenarnya saya ingin menjalankan sesuatu sesuai keinginan saya saja. Orang bilang saya keras kepala (terutama mama). Namun, karena kemarin saya curi dengar seseorang berbicara tentang sebuah buku yang menggugah perasaannya akhirnya saya membaca buku tersebut. Sebut saja buku itu Laskar Pelangi, semua orang yang saya curi dengar ceritanya mengenai buku ini mengatakan buku ini tiada duanya. “A must read!” kata mereka. Baiklah akhirnya saya membaca buku itu.
Sayang disayang saya tidak begitu menyukai buku itu. Entahlah, mungkin apa yang dikisahkan didalamnya tidak “dekat” dengan saya. Namun, tidak dapat dipungkiri si penulis yang berambut keriting itu mempunyai bakat menulis yang baik. Tetapi tetap saja saya tidak begitu menyukainya.
Sekali lagi saya mencoba untuk mencari di manakah letak kebagusan buku itu. Seorang teman mengajak saya untuk mengikuti diskusi mengenai buku tersebut. “Penulisnya hadir,” ucapnya. Sekali lagi baiklah saya akan coba untuk membacanya, namun kali ini yang saya baca adalah buku seri keduanya (semuanya ada empat seri), Sang Pemimpi. Namun, belum sempat saya membacanya acara diskusi buku sudah dimulai (saya baru membeli buku itu seblum acara dimulai, buku itu discount 10%, lumayanlah).
Saya mendengarkan ungkapan penggemar buku ini. Saya juga menekuri jawaban si penulis terhadap pertanyaan-pertanyaan pembaca yang mengaguminya dan mengkritiknya. Walaupun banyak yang menyukai buku ini, sedangkan saya tidak begitu menyukainya saya tidak minder. Biar sajalah, toh menyukai sesuatu merupakan hak subyektif seseorang.
Selesai acara diskusi (dan setelah mendapat tanda tangan penulis di atas buku baru) saya mulai membaca buku seri kedua itu. Ternyata oh ternyata buku itu sangat menarik. Gaya bahasa Melayu sangat kental dalam tulisan tersebut, sangat berbeda dengan kebanyakan buku yang saya baca selama ini, kebanyakan sangat populer. Gaya menulis penulis pun sangat mengalir dan menyenangkan membaca buku itu. Lucu, sedih, dan menggelikan, itulah perasaan saya selam membaca buku tersebut. Selesai membaca buku itu, si Edensor ternyata telah menunggu untuk dibaca. Saya meminjam buku seri ketiga tersebut dari seorang teman.
Fantastis!
Dua buku terakhir yang saya baca itu sangat menarik. Banyak hal yang bisa saya ambil dari buku tersebut. Banyak, banyak sekali. Namun, ada satu yang paling saya ingat dari kedua buku tersebut. Betapa hebatnya kekuatan sebuah MIMPI. Mimpi-mimpi masa kecil penulis terkesan sangat berlebihan bila dilihat saat ia masih anak-anak, namun ia tidak pernah berhenti menggapai mimpinya. Manisnya pencapaian mimpi itu pun bisa saya rasakan dari tiap kata yang ia tuliskan.
Terus terang saya adalah seorang pemimpi. Saya menyukai bermimpi. Saya bisa mendapatkan apa saja dari mimpi. Saya tidak peduli dengan orang yang beranggapan mimpi saya terlalu berlebihan. Tidak peduli! Saya hanya mau bermimpi. Sekali lagi bermimpi adalah hak subyektif setiap manusia.
Membaca dua buku itu membuat saya semakin berani bermimpi. Penulis meyakinkan saya bahwa tidak ada mimpi yang terlalu tinggi ataupun terlalu rendah untuk seseorang. “Bagi orang-orang seperti kita, hanyalah mimpi harapan kita,” ujar salah satu karakter dalam buku tersebut. Mimpi dibuat untuk memberi semangat diri. Mimpilah yang menjadi tujuan kita dalam mengerjakan sesuatu. Mimpi yang menjadikan kita manusia yang mau berusaha. Dari mimpi kita tahu apa yang menjadi keinginan kita.
Hal lain yang diajarkan penulis adalah tidak usah takut tidak bisa menggapai mimpi. Mimpi yang selama ini kita idamkan walaupun nantinya (mungkin) tidak akan terwujud akan membawa kita ke mimpi-mimpi tak terduga lainnya.
John Lennon mengatakan “you may say i am a dreamer, but i’m not the only one,” ia benar. Sebab saya berada di belakang dirinya yang mengaku sebagai seorang pemimpi. Saat ini ada banyak mimpi dalam kepala saya. Saya yakin salah satunya atau mungkin kesemuanya akan menjadi kenyataan, karena saya akan berusaha mencapai mimpi itu.
Whoaa...tak sabar rasanya menanti kejutan-kejutan apa yang akan terjadi selama saya menjalani hidup untuk mencapai mimpi itu. Semoga menyenangkan. Pastinya... Terima kasih untuk dia yang telah memnguatkan saya untuk berani bermimpi. Terima kasih telah menjadi bukti nyata kekuatan sebuah mimpi. Terima kasih Andre Hirata....

Comments

Popular posts from this blog

Who Am I?

I am becoming the person I hate the most. How I wish to have a peacefull mind but don,t work. Spend too much time with virtual world drown me into misery.

Di Puncak Tangga

Tik..tok..tik..tok... Enggak berasa nih kawan, dah hampir kelar semester tujuh. Semester delapan tinggal beberapa waktu lagi masuk ke dalam kehidupan kita. Dapat dipastikan dengan masuknya semester delapan kita makin sibuk dengan urusan masing-masing. Yang kecil pasti sibuk dengan urusan job tre-nya. Yang cowok pun sepertinya demikian. Yang jilbab gw kurang ngerti neh dia sibuk job tre, kuliah, atau keduanya. Sedangkan jilbab yang lain pasti sibuk dengan organisasinya dan dibantu oleh si pasangan hidupnya. Teman sejawatnya. Sedangkan yang gingsul, rambut panjang, rambut pendek kaca mata, dan gw pasti sibuk dengan kuliah dan job tre. Kalau gw sih ada tambahannya, yaitu bersenang-senang. Hehehe...aku akan menikmati semester besok yang tidak banyak kuliah. Yihaa....setidaknya dengan sedikit kuliah gw bisa mengerjakan sesuatu yang gw dah dari dulu pengen dilakuin. Asik..asik... Tetapi yang jadi masalah gw mesti bersenang-senang sama siapa. Toh, lo semua aja mungkin sibuk dan entah ada di m

veinti ocho

Another number to add. This time I kinda relax to face it. No excited feelings, nor ignore the date. It came all natural. Just want to take a moment of silent for meself. Some big steps in life I've already taken before this number came. I am now, living mylife as an expats, a little wish I whispered ages ago. I left family back home, so it let me feel homesick of being around them. The bold note for this time is I am in the country I have longed since years ago, India. One time I told myself to add the number in India. And, here I am. How wonderful life is. Especially when the love one is there next to me. I want a memento, a present for me. I will have it later and keep you updated. Namaste.