Skip to main content

Tangis dan Tawa Laku Dijual

Sudah lama rasanya saya tidak mengikuti acara ajang pencarian bakat. Kalau tak salah terakhir kali saya menonton sekaligus mengikuti perkembangannya sekitar setahun yang lalu. Saat itu yang menjadi pemenangnya bernama Ihsan, ia berhasil mengalahkan pesaingnya Dirly. Beberapa minggu kemarin saya sebenarnya juga menonton ajang penacarian bakat, namun kali ini tarafnya sudah setingkat asia. Sebenarnya saya menonton acara ini hanya ikut-ikutan. Ibu saya menyukai acara ini, bahkan io pernah meninggalkan acara pengajian yang diadakan saudara saya lebih cepat lantaran ingin melihat para idola-idola dari enam negara asia tersebut. selain itu teman-teman sejawat pun ribut mengocehkan acara tersebut. Dengan alasan agar tak kekurangan bahan obrolan akhirnya saya pun menonton. Ada alasan mengapa saya tidak begitu menyukai lagi acara pencarian bakat tersebut. pertama saya tidak suka dengan pemilihan pemenang yang berdasarkan jumlah pesan singkat yang mendukung salah satu peserta.. Kurang adil, menurut saya. Asalkan mempunyai wajah aduhai peluang mendapatkan gelar juara akan besar. Bukti nyatanya adalah di ajang pencarian bakat tingkat asia tersebut. Padahal para juara mempunyai jagoan yang menurut mereka sangat layak menjadi idola karena kemampuan menyanyi mereka yang memang bagus. Keberuntungan memang masih berpihak untuk kontestan dari negeri singa tersebut. ia sangat beruntung memiliki wajah yang tampan sehingga bisa membantunya dalam memenangkan kompetisi tersebut. Namun, kenyataannya seseorang menang dalam ajang kompetisi tersebut tidak hanya karena faktor suara dan tampang bagus, terkadang memiliki perjalanan hidup yang “jelek” pun bisa menjadi poin unggulan dalam mendongkrak simpati masyarakat. Contohnya saja si Ihsan, menurut anggapan sok tahu saya, kehidupannya yang tidak bagus-bagus amat justru bisa membantunya memperoleh gelar juara. Simpati masyarakat sanagt besar kepada anak tukang becak tersebut. Kalau dilihat dari segi kemampuan vokal, Ihsan memang tidak bagus-bagus amat, tetapi mengapa banyak yang memilihnya menjadi juara. Semua itu karena lihainya pihak penyelenggara dalam mengemas kehidupan Ihsan menjadi menjadi sebuah “jualan” yang menguntungkan. Acara tersebut selain menyiarkan kompetisi antar kontestan tetapi juga menampilkan kehidupan pribadi masing-masing kontestan. Entah mengapa saat saya melihat kehidupan Ihsan ditampilkan, saya merasa Ihsan sdang dieksploitasi “kekurangannya” oleh pihak penyelenggara. Dalam setiap ulasan mengenai keluarga Ihsan selalu ditampilkan profil keluarga yang kurang berbahagia, juga digambarkan secara berlebihan ekspresi sedih keluarganya. Memang jeli benar si pihak penyelenggara dalam mencari cela untuk mencari jalan menghasilkan uang. Berkat tampilan yang menyedihkan itu Ihsan akhirnya mampu menjuarai ajang tersebut (tidak bermaksud mengeyampingkan kemampuan bernyanyi Ihsan). Saya melihat keadaan ini hanya untuk mendulang uang dari pemirsa. Bagaimana tidak, setiap orang yang merasa tersentuh dengan tayangn tersebut akan mengirim pesan singkat dukungannya untuk Ihsan. Semakin banyak pesan singkat yang masuk semakin besar keuntungan yang diperoleh penyelenggara. Mungkin itulah alasan saya mengapa sekarang-seakrang ini enggan menonton acara pencarian bakat tersebut. Saya merasa dibodohi oleh si pembuat acara. Saya pun merasa kasihan kepada mereka yang dieksploitasi si pembuat acara. Saya mesih punya contoh eksploitasi yang lainnya, baru kemarin saya menyaksikan sebuah acara pencarian bakat menyanyi yang pesertanya adalah pemain sinetron yang ditemani oleh mama mereka.. Awalnya saya senang karena dalam acara tersebut tidak dibutuhkan sms untuk mendukung para konsisten, karena sudah ada juri “independen” (katanya). Dalam acara tersebut seorang pemain sinetron bernyanyi, setelah selesai sang mama akan mempromosikan anaknya pada para juri independen untuk memilih anaknya agar menjadi pemenang. Kalau dilihat sekilas cukup fair. Tetapi saya tidak suka dengan pengekplotasian oleh si pembawa acara. Baiknya saya jelaskan bagaimana eksploitasi itu dilakukan. Si pembawa acara mengetahui bahwa sang mama dari salah satu peserta sangat lugu, maka ia pun “mempermainkan” sang mama. Awalnya terkesan lucu, namun lama kelamaan si pembawa acara agak kurang ajar, menurut saya, ia sengaja menjadikan sang mama bahan tertawaan. Ia membuat sang mama curhat hal yang seharusnya tidak usah diceritakan, dan dengan lihainya si pembawa acara memancing emosi sang mama sampai ibu itu pun menangis. Terlalu. Sangat terlihat perbedaan perilaku pembawa acara terhadap si ibu lugu tersebut dengan ibu-ibu yang lainnya. Durasi obrolan pembawa acara dengan ibu lugu lebih lama dibandingkan dengan ibu-ibu yang lainnya. Sebenarnya aksi si pembawa acara tersebut cukup berhasil, buktinya orang tua saya sangat menikmati acara tersebut. kedua orang tua saya selalu menunggu penampilan si ibu lugu. Tawa mereka selalu terkembang setiap si ibu lugu muncul. Setiap melihat si pembawa acara mulai “mengerjai” ibu lugu, saya ingin saja mengganti saluran televisi. Sayangnya hal itu tak bisa terlaksana, pertama, orang tua saya masih senang menyaksikan aksi si ibu. Kedua, grup musik kesukaan saya juga tampil dalam acara tersebut, jadi agak sungkan juga untuk menukar saluran televisi. Sungguh jahat para pembuat kedua acara di atas. Demi meraup untung yang banyak, mereka rela membuat orang lai menjadi bahan tertawaan. Mereka pun tidak sungkan-sungkan menjual tangis untuk menghasilkan rupiah. Semoga saja saya tidak menjadi satu bagian acara tersebut. Tuhan, tolong bantu aku untuk tidak melenceng ke jalan itu. Amin.

Comments

Popular posts from this blog

Who Am I?

I am becoming the person I hate the most. How I wish to have a peacefull mind but don,t work. Spend too much time with virtual world drown me into misery.

Di Puncak Tangga

Tik..tok..tik..tok... Enggak berasa nih kawan, dah hampir kelar semester tujuh. Semester delapan tinggal beberapa waktu lagi masuk ke dalam kehidupan kita. Dapat dipastikan dengan masuknya semester delapan kita makin sibuk dengan urusan masing-masing. Yang kecil pasti sibuk dengan urusan job tre-nya. Yang cowok pun sepertinya demikian. Yang jilbab gw kurang ngerti neh dia sibuk job tre, kuliah, atau keduanya. Sedangkan jilbab yang lain pasti sibuk dengan organisasinya dan dibantu oleh si pasangan hidupnya. Teman sejawatnya. Sedangkan yang gingsul, rambut panjang, rambut pendek kaca mata, dan gw pasti sibuk dengan kuliah dan job tre. Kalau gw sih ada tambahannya, yaitu bersenang-senang. Hehehe...aku akan menikmati semester besok yang tidak banyak kuliah. Yihaa....setidaknya dengan sedikit kuliah gw bisa mengerjakan sesuatu yang gw dah dari dulu pengen dilakuin. Asik..asik... Tetapi yang jadi masalah gw mesti bersenang-senang sama siapa. Toh, lo semua aja mungkin sibuk dan entah ada di m

veinti ocho

Another number to add. This time I kinda relax to face it. No excited feelings, nor ignore the date. It came all natural. Just want to take a moment of silent for meself. Some big steps in life I've already taken before this number came. I am now, living mylife as an expats, a little wish I whispered ages ago. I left family back home, so it let me feel homesick of being around them. The bold note for this time is I am in the country I have longed since years ago, India. One time I told myself to add the number in India. And, here I am. How wonderful life is. Especially when the love one is there next to me. I want a memento, a present for me. I will have it later and keep you updated. Namaste.