­
Skip to main content

jualan

saya sedang sebal dengan semua produk yang pakai embel-embel identitas keagamaan. apa saja? itu, loh, seperti bank yang pengelolaannya dijalankan sesuai prinsip agama yang pemeluknya terbesar di Indonesia. memang, sih, say atidak paham betul dengan cara kerja bank itu. tapi, kok, saya merasa, embel-embel identitas keagamaan yang ada di belakang nama bank cuma tempelan. saya masih berpikir kalau intinya sebuah bank, kan, cari untung, jadi apa bedanya bank dengan embel-embel identitas keagamaan dengan bank konvensional? yang paham soal ini tolong beri saya pencerahan.

beberapa hari yang lalu saya juga memberi sebuah shampoo yang dikhususkan untuk wanita berhijab. kenapa saya beli itu, padahal saya tidak berhijab sama sekali? karena shampoo itu memang menyegarkan dibanding shampoo lain yang pernah saya coba. selain itu, saya sering menggunakan helm. kepala saya sering berkeringat sama seperti wanita berhijab. atas dasar kemiripan kondisilah saya membeli shampoo yang dikhususkan untuk wanita berhijab. untuk produk ini saya masih memaafkan embel-embel identitas keagamaan, wanita berhijab (ditunjukan dengan gambar wanita berhijab di kemasan shampoo), karena memang wanita-wanita ini membutuhkan produk khusus karena kepalanya lebih sering tertutup dan lembab.

selain bank dengan embel-embel identitas keagamaan, saya juga sebal dengan sebuah produk susu yang ikut-ikutan menempelkan embel-embel identitas keagamaan. serius loh, kemasan luar produk susu itu menampilkan gambar wanita enerjik menggunakan hijab, tertulis pula "soleha". saya mikir, "maksud penjualnya apa pakai kata-kata soleha?".

apakah produk itu hanya untuk perempuan soleha? kalau memang demikian, apa alasannya?
apakah perempuan soleha/berbeda membutuhkan nutrisi yang berbeda dari wanita tidak soleha/tidak berjilbab? kalau memang demikian, apa perbedaannya? terus terang yang saya temukan hanya perbedaan rasa.

saya agak jengah. jualan, kok, sampe sebegitunya.

Popular posts from this blog

Di Puncak Tangga

Tik..tok..tik..tok... Enggak berasa nih kawan, dah hampir kelar semester tujuh. Semester delapan tinggal beberapa waktu lagi masuk ke dalam kehidupan kita. Dapat dipastikan dengan masuknya semester delapan kita makin sibuk dengan urusan masing-masing. Yang kecil pasti sibuk dengan urusan job tre-nya. Yang cowok pun sepertinya demikian. Yang jilbab gw kurang ngerti neh dia sibuk job tre, kuliah, atau keduanya. Sedangkan jilbab yang lain pasti sibuk dengan organisasinya dan dibantu oleh si pasangan hidupnya. Teman sejawatnya. Sedangkan yang gingsul, rambut panjang, rambut pendek kaca mata, dan gw pasti sibuk dengan kuliah dan job tre. Kalau gw sih ada tambahannya, yaitu bersenang-senang. Hehehe...aku akan menikmati semester besok yang tidak banyak kuliah. Yihaa....setidaknya dengan sedikit kuliah gw bisa mengerjakan sesuatu yang gw dah dari dulu pengen dilakuin. Asik..asik... Tetapi yang jadi masalah gw mesti bersenang-senang sama siapa. Toh, lo semua aja mungkin sibuk dan entah ada di m...

El Orfanato

Category: Movies Genre: Horror you can not forget your childhood. terlebih bila masa kanak-kanak itu dihabiskan teman-teman sebaya. meskipun tidak punya ayah ibu, tetap saja senang bermain dengan teman. itulah yang terjadi pada Laura (Belén Rueda) yang membeli panti asuhan tempat dulu dirinya tinggal sebelum diadopsi. bersama suaminya, Carlos (Fernando Cayo), dan anak adopsi mereka, Simon (Roger Princep), Laura menempati rumah barunya. Ia dan suaminya berniat mengasuh beberapa anak handicap di rumah tersebut (teman-teman panti asuhan Laura dulu handicap juga). namun, masalah muncul saat Simon memiliki teman khayalan. awalnya Laura dan Carlos tidak terusik, tetapi lama kelamaan kelakuan Simon membuat kedua orang tuanya gusar. hingga suatu hari Simon menghilang tanpa jejak. satu hal yang diingat Laura sebelum kehilangan anak semata wayangnya adalah Simon ingin bermain ke rumah Thomas, la casita de Thomas. yang menjadi masalah adalah apakah Thomas nyata atau tidak. semua usaha telah ...

lethologica

Lethologica: is psychological disorder that inhibits an individual’s ability to articulate his or her thoughts temporarily forgetting key words, phrases or names in conversation. Sekali saya tuliskan pembuka yang sama seperti di atas beberapa tahun lalu. Masa itu, saya menuliskannya sebagai pembuka ulasan album baru band kesukaan saya, Letto. Kali ini, tidak ada sama sekali hubungan dengan pemusik asal Yogyakarta itu.  Bukan sekali, dua kali, tetapi berkali-kali saya tidak bisa bertutur. Aneh. Sementara kepala saya sudah sangat berisik dengan ungkapan, ide, umpatan, serta sanjungan. Namun, tak satupun yang terungkap. Semuanya tersimpan di tempurung kepala. Tidak pernah keluar. Saya tahu apa semua pikiran serta alasan yang ada hilir-mudik di kepala. Teman-teman menyuruh saya untuk merangkai kata, kalimat, paragraf, hingga menjadi tulisan utuh sebagai pelampiasan pikiran. Tidak mudah. Belum ada satupun tulisan, alinea, kalimat, dan kata yang tercipta. Bicarakan! kata...