Seumur hidup, saya belum pernah merasakan kemah. Pernah, sih, memasang tenda, tapi itu juga di depan rumah. Kalau saya ingat-ingat lagi, berkemah waktu itu hanya untuk gaya-gayaan anak umur 10 tahun.
Pengalaman pertama camping baru saya rasakan baru-baru ini. Berhubung ada libur akhir pekan yang lumayan panjang dan teman saya lebih suka camping dibanding nongkrong di mall, terciptalah pengalaman camping saya.
Semua urusan tenda, sleeping bed, dan logistik saya serahkan kepada W. Dia manggut-manggut saja dengan pendelegasian itu setelah saya bilang "I am a virgin camper!". Rencananya kami akan berkemah di Pulau Pari, salah satu pulau di Kepulauan Seribu.
Saya tidak tahu banyak soal Pulau Pari. Berbekal browsing tentang pulau tersebut dan memborbardir seorang teman dengan pertanyaan-pertanyaan akhirnya berangkatlah kami ke Pulau Pari.
Saya mengontak seorang pengelola wisata di sana, dikenalkan seorang teman. Sebelum berangkat saya tanya kondisi di sana. "Oh...siaaaap. Kalau butuh apa-apa mah gampang, tinggal bilang sama Pak Udin," ujar si pengelola.
Pulau Pari baru jadi pusat perhatian baru-baru ini. Gaungnya sempat teredam oleh Pulau Tidung ataupun Pramuka yang lebih duluan terkenal. W sempat khawatir dengan kondisi pulau, berdasarkan informasi yang dia dapat dari temannya, dia mendapatkan gambaran kalau pulau ini agak terisolasi. Namun, kenyataannya berbalik. Pulau Pari yang sedang naik daun ini, sudah cukup mapan menyambut wisatawan. Homestay, warung makan, pusat oleh-oleh ada semua di sini.
Sampai di Pari, Pak Udin menggiring kami ke Pantai Cemara. Spotnya cukup tenang dibanding Pantai Matahari, camping spot juga, yang letaknya dengan dermaga. Kami mendirikan tenda di bawah pohon yang nampak seperti cemara. Jarak tenda kami dengan bibir pantai sekitar 15 meter, pagi hari bisa menikmati matahari terbit.
Pantai Cemara tergolong dangkal dan tenang. Kami tidak bisa berendam saat sorr hari karena air laut pasang. Baru keesokan paginya kami sempat berenang. Pantai tidak terlalu panas saat itu, mungkin karena hujan deras sehari sebelumnya.
Sudah 24 jam kami di Pari, tapi belum sekalipun kami bongkar logistik. Hari pertama kami habiskan tidur, maklum hari kerja kemarin kami kekurangan tidur, walhasil terciptalah "doing nothing day". Saking enaknya tidur, nasi bungkus yang awalnya buat makan siang baru di makan malam hari. Logistik baru kami bongkar setelah puas berenang. W sibuk mencari kayu bakar, saya disuruhnya untuk tidak membantu. "You are my guest," kata dia. Saya sih senang, leyeh-leyeh, mandi, dan langsung makan.
Pantai Cemara memang diperuntukan bagi mereka yang tidak mau ngapa-ngapain. Setelah makan siang, kami memilih untuk siesta di luar tenda. Rimbunnya pohon menghalangi sinar matahari menerpa kami yang gegoleran di bawahnya. Nikmaaaat. Puas siesta, kami sempatkan keliling pulau, lebih tepatnya ke Pantai Perawan. Pantai berpasir putih yang juga bisa dijadikan pilihan spot camping. Sayangnya cuaca agak tidak bersahabat, sebelum matahari terbenam awan tebal hitam berjalan pelan ke arah kami dan mengguyurkan hujan.
Hujan reda, kembali kami ke tenda dan menyiapkan makan malam. Saya bilang ke W, "this is our first fine dining. The food is good, the winr is.nice, but the light is overrated we have fire instead of candles."
Kapal yang akan membawa kami kembali ke daratan Jawa seharusnya berangkat tiap pukul 12.00. Namun, sayangnya hari itu jadwal keberangkatan dimajukan menjadi pukul 11.00. Untungnya kami sudah beres menyantap "The Champion Breakfast". Saya sedang mencuci peralatan makan, mengikuti cara W membersihkan dengan pasir pantai, saat Pak Udin datang dan berteriak "Mbaaak jam 11 ya!"
Seorang teman pernah bilang, "Camping itu addictive!". Saya baru tahu maknanya setelah saya jalankan sendiri. Saking sepinya tempat kami camping, kami terbiasa tanpa kehadiran orang lain. Saay serombongan orang tak dikenal datang ke lokasi kami, saya membisik ke W, "tourists are coming". Rupanya saya menikmati keadaan di luar keramaian. Dan, nampaknya lari dari keramaian dengan camping bisa menjadi pilihan saya.
Selain itu, cara inipun cukup ringan di kantong.Kami hanya mengeluarkan biaya sekitar Rp 400 ribu untuk 3 hari 2 malam. Cukup ekonomis dibanding teman yang menggunakan jasa tur wisata yang menghabiskan Rp 350 untuk 2 hari 1 malam.
Breakfast the Champion: selection tea, scramble egg, whole wheat bread, and red wine (the leftover) |
tenda view |
mendung di pari |
Comments
Post a Comment
thank you for reading and feel free to comment :)